Pemimpin Jerman Kutuk Serangan Rusia di Ukraina sebagai Pelanggaran Hukum Internasional

Friedrich Merz, calon kanselir Jerman dari Partai Uni Kristen Demokrat (CDU), secara tegas mengutuk serangan rudal Rusia yang menewaskan puluhan warga sipil di kota Sumy, Ukraina. Dalam pernyataannya, Merz menyebut insiden tersebut sebagai "pelanggaran hukum humaniter internasional yang disengaja". Serangan tersebut terjadi dalam dua gelombang, dengan gelombang kedua dilancarkan saat tim penyelamat sedang berupaya mengevakuasi korban.

Merz juga mengkritik sikap sebagian pihak di Jerman yang dinilainya terlalu naif dalam menyerukan perundingan damai dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Keinginan untuk berdiskusi justru ditafsirkan sebagai kelemahan," ujarnya. Ia menegaskan bahwa dukungan militer terhadap Ukraina, termasuk pengiriman rudal Taurus, harus tetap menjadi prioritas asalkan terkoordinasi dengan sekutu Eropa.

Sementara itu, Kanselir Jerman petahana Olaf Scholz dari Partai Sosial Demokrat (SPD) turut mengutuk serangan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan "biadab". Namun, Scholz tetap menolak pengiriman rudal Taurus ke Ukraina karena kekhawatiran akan eskalasi konflik. "Klaim Rusia tentang perdamaian tidak sesuai dengan tindakan mereka di lapangan," tegas Scholz.

  • Dukungan Militer: Merz mendorong pengiriman rudal Taurus ke Ukraina, sementara Scholz menolak.
  • Kritik Internasional: Sekjen PBB Antonio Guterres dan sejumlah pemimpin Eropa mengecam serangan ini sebagai pelanggaran hukum humaniter.
  • Respons Ukraina: Presiden Volodymyr Zelenskyy menegaskan bahwa hanya tekanan tegas yang dapat menghentikan agresi Rusia.

Mantan Duta Besar Ukraina untuk Jerman, Andrij Melnyk, menyoroti ketidakjelasan komitmen pemerintahan baru Jerman dalam mendukung Ukraina. "Kesepakatan koalisi tidak memberikan jaminan konkret," ujarnya. Melnyk, yang kini dinominasikan sebagai Duta Besar Ukraina untuk PBB, menyatakan keprihatinannya atas lemahnya posisi Jerman dalam menghadapi Rusia.