ASEAN Hadapi Tantangan Besar dalam Transisi Energi Bersih
Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) masih menghadapi tantangan signifikan dalam transisi energi bersih, dengan hanya 23% listrik yang berasal dari sumber energi terbarukan pada tahun 2024. Angka ini jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 40,9%, menandakan ketertinggalan kawasan dalam memanfaatkan potensi energi bersih yang melimpah.
Menurut laporan terbaru dari Ember Energy, hanya Laos dan Vietnam yang berhasil melampaui capaian global, dengan kontribusi energi terbarukan masing-masing sebesar 77% dan 44%. Kedua negara ini mengandalkan tenaga air sebagai sumber utama listrik mereka. Namun, pertumbuhan energi surya di kawasan ini sangat lambat, hanya meningkat 0,1% dalam tiga tahun terakhir, sementara secara global, porsi energi surya telah berlipat ganda menjadi 6,9%.
Beberapa fakta kunci yang mencolok dalam laporan ini: - Potensi teknis ASEAN yang sangat besar, termasuk tenaga surya lebih dari 30.000 GW dan tenaga angin lebih dari 1.300 GW, namun kapasitas terpasang saat ini masih sangat rendah (26,6 GW untuk surya dan 6,8 GW untuk angin). - Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar di ASEAN, masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil (81% listrik nasional), dengan pemanfaatan energi surya dan angin di bawah 1%. - Vietnam menjadi satu-satunya negara di ASEAN dengan kontribusi energi surya sebesar 8,5%, namun pertumbuhan kapasitas pembangkitnya stagnan dalam tiga tahun terakhir.
Dr. Dinita Setyawati, Analis Kebijakan Kelistrikan Senior Ember untuk Asia Tenggara, menegaskan bahwa ASEAN membutuhkan kebijakan yang lebih ambisius dan investasi besar-besaran untuk memanfaatkan potensi energi terbarukan. "Dengan dukungan yang tepat, ASEAN bisa menjadi pemimpin dalam transisi energi global," ujarnya.
Aditya Lolla, Direktur Program Asia Ember, menambahkan bahwa pengembangan energi bersih sangat krusial untuk ketahanan energi dan ekonomi kawasan. "Transisi energi bersih bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang membangun ekonomi yang berkelanjutan," tegasnya.
Laporan ini juga menyertakan dataset global terbuka pertama tentang pembangkitan listrik pada 2024, mencakup 88 negara yang mewakili 93% permintaan listrik dunia. Data ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pembuat kebijakan di ASEAN untuk mempercepat transisi energi bersih.