Lebih dari 1,5 Juta Rumah Kosong di Korea Selatan: Tantangan Urbanisasi dan Dampak Sosialnya
Lebih dari 1,5 Juta Rumah Kosong di Korea Selatan: Tantangan Urbanisasi dan Dampak Sosialnya
Korea Selatan, negara maju dengan pertumbuhan ekonomi pesat, tengah menghadapi fenomena yang tak kalah kompleks dengan negara-negara lain: maraknya rumah kosong. Data terbaru dari Institut Penelitian Kebijakan Konstruksi Korea menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: lebih dari 1,5 juta unit rumah kosong tercatat pada akhir tahun 2023. Angka ini mencerminkan peningkatan signifikan sebesar 5,7 persen dibandingkan tahun 2022 dan lonjakan dramatis hingga 43,6 persen jika dibandingkan dengan data tahun 2015. Fenomena ini, yang mengingatkan pada permasalahan akiya di Jepang, membawa sejumlah tantangan serius bagi pemerintah dan masyarakat Korea Selatan.
Pertumbuhan jumlah rumah kosong ini bukanlah peristiwa yang tiba-tiba. Data menunjukkan fluktuasi jumlah rumah kosong dalam beberapa tahun terakhir. Setelah mencapai 1,07 juta unit pada tahun 2015, angka tersebut meningkat menjadi 1,52 juta pada 2019, sempat menurun menjadi 1,39 juta pada 2021, dan kemudian kembali melonjak signifikan pada tahun 2023. Distribusi rumah kosong juga tidak merata. Provinsi Gyeonggi, sebagai pusat ekonomi utama, mencatatkan jumlah rumah kosong tertinggi dengan kontribusi sebesar 18,6 persen dari total angka nasional. Provinsi Gyeongsang Selatan (8,7 persen) dan Gyeongsang Utara (8,4 persen) juga mengalami masalah serupa.
Analisis lebih lanjut menunjukkan beberapa faktor penyebab utama fenomena ini. Migrasi penduduk ke kota-kota besar menjadi salah satu penyebab utama. Peningkatan urbanisasi mengakibatkan pengosongan rumah-rumah di daerah pedesaan, meninggalkan properti yang terbengkalai dan tak terurus. Faktor demografis juga berperan penting. Populasi lanjut usia yang tinggi di beberapa wilayah berkontribusi pada meningkatnya jumlah rumah kosong setelah pemiliknya meninggal atau pindah ke fasilitas perawatan. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi yang kompleks.
Masalah lingkungan menjadi salah satu dampak yang paling terlihat. Rumah-rumah kosong yang terbengkalai dapat menjadi tempat berkembang biaknya hama penyakit, serta meningkatkan risiko kerusakan lingkungan. Potensi bahaya kebakaran dan kerusakan infrastruktur juga menjadi perhatian serius. Lebih jauh lagi, kekhawatiran akan potensi pemanfaatan rumah-rumah kosong ini oleh kelompok kriminal dan sebagai tempat berkembangnya aktivitas ilegal tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemerintah daerah menghadapi tantangan besar dalam menangani masalah ini secara efektif dan efisien. Strategi yang terintegrasi dan komprehensif dibutuhkan untuk mencegah semakin meluasnya permasalahan ini dan meminimalisir dampak negatifnya terhadap masyarakat.
Pemerintah Korea Selatan kini dihadapkan pada tantangan untuk menemukan solusi yang tepat dan berkelanjutan. Pendekatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, sangat diperlukan. Beberapa strategi yang mungkin dipertimbangkan diantaranya adalah program revitalisasi daerah pedesaan, insentif fiskal untuk pemilik rumah kosong agar melakukan renovasi atau penjualan, dan penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pemilik yang mengabaikan propertinya. Keberhasilan dalam mengatasi masalah ini akan menjadi indikator penting dalam kemampuan pemerintah dalam mengelola perkembangan urbanisasi dan tantangan sosial yang menyertainya.