Kepala Desa Sumenep Bantah Keterlibatan dalam Dugaan Korupsi Dana Perumahan Swadaya
Sumenep, Jawa Timur – Sejumlah kepala desa di Kabupaten Sumenep menyatakan kebingungan setelah dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat terkait investigasi dugaan korupsi dalam penyaluran dana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2024. Mereka mengklaim tidak memiliki informasi memadai tentang realisasi program tersebut di wilayah mereka.
Imam Daud, Kepala Desa Pagar Batu, Kecamatan Saronggi, mengungkapkan keterkejutannya saat menerima surat permintaan klarifikasi dari Kejari Sumenep. Menurutnya, Pemerintah Desa Pagar Batu tidak pernah menerima konfirmasi resmi terkait pelaksanaan pembangunan rumah melalui program BSPS, meskipun dalam data tercatat ada 20 unit rumah yang seharusnya dibangun. "Kami hanya mengajukan daftar penerima, tetapi tidak ada tindak lanjut atau sosialisasi lebih lanjut," ujarnya.
Beberapa poin penting yang diungkapkan oleh para kepala desa: - Ketiadaan Realisasi Fisik: Meskipun data menunjukkan adanya alokasi bantuan, tidak ada bukti pembangunan rumah di lokasi yang dimaksud. - Minimnya Koordinasi: Para kepala desa mengaku tidak pernah dihubungi oleh pihak terkait, termasuk penyedia material atau pelaksana proyek. - Surat Panggilan Kejari: Sebagian besar kepala desa hanya mengetahui program BSPS setelah menerima surat undangan dari Kejari untuk dimintai keterangan.
Kepala Desa Aeng Tontong, Hadi Sudirfan, juga membenarkan hal serupa. Desa tersebut mengusulkan 50 penerima bantuan, tetapi tidak ada bukti fisik atau laporan resmi tentang penyaluran dana. "Saya baru tahu desa kami tercatat sebagai penerima setelah melihat informasi di grup resmi pemerintah kabupaten," kata Hadi. Ia menambahkan, saat dipanggil Kejari, ia tidak membawa dokumen pertanggungjawaban karena tidak pernah menerima dana tersebut.
Kejari Sumenep saat ini sedang melakukan pengumpulan data dan keterangan dari delapan kepala desa sebagai bagian dari penyelidikan dugaan penyelewengan dana BSPS senilai Rp108 miliar. Program ini seharusnya mencakup 126 desa di 23 kecamatan, tetapi banyak kepala desa menyangkal adanya realisasi nyata di lapangan.