Reformasi Sistem Peradilan Mendesak Pasca Penetapan Tiga Hakim Tersangka Suap
Kasus suap yang melibatkan tiga hakim dalam vonis lepas korporasi ekspor minyak sawit mentah (CPO) memicu desakan reformasi sistem peradilan. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menegaskan perlunya perbaikan mendasar di lingkungan peradilan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Sahroni menyatakan, penetapan tersangka terhadap tiga hakim dan sejumlah pihak terkait harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh. "Ini tugas berat bagi pemerintahan saat ini untuk melakukan reformasi struktural," ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta Timur. Menurutnya, sistem pengawasan internal di lembaga peradilan perlu diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Berikut detail pihak yang ditetapkan sebagai tersangka: - Hakim Agam Syarif Baharudin (PN Jakarta Pusat) - Hakim Ali Muhtaro (PN Jakarta Pusat) - Hakim Djuyamto (PN Jakarta Pusat) - Muhammad Arif Nuryanta (Ketua PN Jakarta Selatan) - Marcella Santoso & Ariyanto (Pengacara) - Wahyu Gunawan (Panitera PN Jakarta Utara)
Modus operandi yang terungkap menunjukkan aliran suap Rp22,5 miliar untuk memengaruhi putusan perkara korupsi ekspor CPO. Sahroni menambahkan, "Masyarakat berhak mendapat kepastian hukum yang adil tanpa intervensi kepentingan tertentu." Ia mengapresiasi langkah proaktif Kejaksaan Agung namun menekankan pentingnya pencegahan sejak dini.
Kasus ini mencuat setelah majelis hakim PN Jakarta Pusat menjatuhkan vonis bebas bagi korporasi terdakwa pelanggaran ekspor minyak goreng. Politisi NasDem itu mendorong penguatan mekanisme checks and balances antarlembaga penegak hukum. "KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian harus bersinergi menutup celah korupsi peradilan," tegasnya.
Terkait perkembangan penyidikan, penyidik Kejagung masih mendalami jaringan tersangka dan kemungkinan keterlibatan pihak lain. Sumber hukum menyebutkan, transaksi suap dilakukan melalui beberapa tahap dengan melibatkan perantara dari kalangan advokat dan aparat pengadilan.