Delegasi Indonesia Berangkat ke AS untuk Bahas Kebijakan Tarif Impor Trump
Jakarta – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin delegasi Indonesia yang akan terbang ke Amerika Serikat (AS) pada Selasa (15/4/2025) malam ini. Kunjungan ini bertujuan untuk merespons kebijakan tarif impor baru yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap produk-produk Indonesia.
Dalam keterangannya di Istana Negara, Airlangga menyatakan bahwa misi utama delegasi adalah melakukan serangkaian negosiasi untuk menurunkan tarif yang dinilai memberatkan ekspor Indonesia. "Kami berangkat malam ini dengan agenda utama membahas kebijakan tarif tersebut secara mendalam," ujarnya. Meskipun tidak ada target spesifik yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto, Airlangga menegaskan bahwa penurunan tarif menjadi prioritas utama.
Selain Airlangga, delegasi juga melibatkan Menteri Luar Negeri Sugiono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia dalam menangani isu perdagangan ini. Kebijakan Trump yang diumumkan pada 2 April 2025 sebelumnya mengenakan tarif dasar sebesar 10% terhadap lebih dari 180 negara, termasuk tarif tambahan bersifat resiprokal antara 11% hingga 50% untuk 90 negara. Indonesia sendiri dikenai tarif sebesar 32%.
Namun, pada 9 April 2025, Trump memberikan kelonggaran sementara dengan menurunkan tarif kembali ke 10% untuk periode 90 hari sebagai ruang negosiasi. Menanggapi hal ini, negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, telah mengadakan pertemuan virtual untuk menyikapi kebijakan AS. Dalam pernyataan bersama, ASEAN menyatakan:
- Keprihatinan atas kebijakan sepihak AS yang dinilai mengganggu stabilitas perdagangan global.
- Dampak terhadap UMKM sebagai salah satu sektor yang paling rentan terkena imbas tarif ini.
- Komitmen untuk dialog konstruktif tanpa mengambil tindakan balasan.
ASEAN, sebagai mitra dagang kelima terbesar AS, menekankan pentingnya menjaga hubungan ekonomi yang saling menguntungkan. Kebijakan tarif ini tidak hanya memengaruhi ekspor Indonesia tetapi juga berpotensi mengganggu rantai pasok dan investasi di kawasan.