Banjir Jabodetabek: Ancaman Serius bagi Sektor Ritel dan Kawasan Industri?
Banjir Jabodetabek: Ancaman bagi Sektor Ritel dan Kawasan Industri
Hujan deras yang mengguyur wilayah Jabodetabek sejak Senin, 3 Maret 2025, telah mengakibatkan banjir besar yang melanda permukiman dan mengganggu berbagai aktivitas perekonomian. Tinggi air di beberapa titik mencapai tiga meter, mengakibatkan kerusakan properti dan kerugian usaha yang signifikan. Dampak meluas ini memicu pertanyaan krusial: seberapa besar ancaman banjir terhadap sektor ritel dan kawasan industri di wilayah tersebut?
Berdasarkan hasil konferensi pers daring Jakarta Property Highlight H2 2024 Retail & Industrial Sectors pada Kamis, 6 Maret 2025, General Manager General Agency Knight Frank Indonesia, Frank Tumewa, memaparkan bahwa sektor ritel mengalami penurunan prospek dan kerugian yang cukup besar akibat banjir. Walaupun sektor transportasi mengalami kerugian paling signifikan di Jakarta, sektor ritel juga merasakan dampak yang nyata. Kerugian tersebut tidak hanya menimpa pusat perbelanjaan besar (mal), tetapi juga merambah ke pasar tradisional, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dan berbagai usaha ritel lainnya. Tumewa menekankan bahwa dampak banjir ini begitu luas dan dirasakan oleh berbagai lapisan usaha ritel.
Sementara itu, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat (Sari), menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya air yang terintegrasi bagi pengelola properti, baik di sektor ritel maupun kawasan industri. Ia menyarankan agar pengelola properti, khususnya di daerah dataran rendah yang rentan banjir, memiliki strategi pengelolaan air yang komprehensif untuk mengantisipasi limpasan air hujan berlebih. Banyak pengelola ritel, kata Sari, telah menerapkan strategi pengelolaan lingkungan yang efektif, termasuk menyediakan ruang terbuka hijau untuk membantu mengalirkan air hujan. Namun, strategi ini perlu diperkuat dengan perencanaan yang lebih matang, yang mencakup skenario plan A dan plan B untuk mengelola sumber daya air secara terintegrasi, baik di dalam properti maupun di lingkungan sekitarnya.
Sari menambahkan bahwa kegagalan dalam mengelola sumber daya air secara terintegrasi dapat berdampak signifikan terhadap economic return dari properti yang dikelola. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya perencanaan yang matang dan proaktif untuk mengurangi risiko kerugian akibat bencana banjir di masa mendatang. Hal ini menjadi sangat krusial mengingat intensitas hujan yang tinggi dan potensi banjir yang semakin meningkat setiap tahunnya. Pengelola properti harus berinvestasi dalam infrastruktur dan strategi yang tepat untuk melindungi aset mereka dan memastikan kelangsungan bisnis di tengah ancaman bencana alam yang semakin sering terjadi.
Kesimpulannya, banjir Jabodetabek memberikan pelajaran penting tentang kerentanan sektor ritel dan kawasan industri terhadap bencana alam. Selain kerugian ekonomi langsung, dampak jangka panjangnya dapat berupa penurunan investasi dan kepercayaan investor. Oleh karena itu, upaya mitigasi bencana dan pengelolaan sumber daya air yang terintegrasi merupakan hal yang krusial untuk memastikan ketahanan dan keberlanjutan sektor-sektor ekonomi vital ini.