Polemik Isu Pangkalan Militer Rusia di Papua: Diplomasi Pertahanan Indonesia di Uji

Jakarta – Isu permintaan Rusia untuk menggunakan Lanud Manuhua di Biak, Papua, sebagai pangkalan militer memicu perdebatan di kalangan pengamat pertahanan. Khairul Fahmi, analis militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo harus tetap berpegang pada prinsip non-blok.

Fahmi menyatakan, "Indonesia memiliki tradisi diplomasi yang bebas dan aktif. Setiap kerja sama pertahanan dengan negara lain harus dipastikan tidak mengganggu kedaulatan dan stabilitas kawasan." Ia menambahkan bahwa konstitusi Indonesia secara eksplisit melarang pemberian akses pangkalan militer permanen kepada negara asing.

Berikut poin-poin kritis yang diangkat Fahmi:

  • Prinsip Non-Blok: Indonesia harus tetap netral dalam konflik geopolitik global.
  • Kepatuhan Hukum: UUD 1945 dan UU Pertahanan Negara melarang pangkalan militer asing di wilayah Indonesia.
  • Diplomasi Terbuka: Kerja sama pertahanan harus transparan dan mengutamakan kepentingan nasional.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan (Kemhan) membantah keras laporan media asing tersebut. Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Info Pertahanan Kemhan, menegaskan bahwa tidak ada permintaan resmi dari Rusia terkait penggunaan Lanud Manuhua. "Informasi tersebut tidak akurat dan menyesatkan," tegas Frega.

Menhan Sjafrie Sjamsoeddin juga telah berkoordinasi dengan otoritas Australia untuk mengklarifikasi isu ini. Wakil Perdana Menteri Australia, Richard Marles, dikonfirmasi telah menerima penjelasan resmi bahwa Indonesia tidak akan mengizinkan pangkalan militer asing di wilayahnya.