Skandal Gratifikasi Zarof Ricar: Laporan Karangan Bunga Rp 35,5 Juta vs Dugaan Penerimaan Rp 1 Triliun
Kasus korupsi yang melibatkan Zarof Ricar, pejabat Mahkamah Agung (MA), kembali mencuat setelah terungkapnya disparitas antara laporan gratifikasi resmi dan dugaan penerimaan dana ilegal selama satu dekade. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, terungkap fakta mengejutkan bahwa terdakwa hanya melaporkan satu kali penerimaan gratifikasi berupa karangan bunga senilai Rp 35,5 juta, sementara jaksa mendakwa penerimaan tidak sah mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Saksi kunci Indira Malik mengungkapkan dalam persidangan bahwa laporan gratifikasi Zarof pada 2018 hanya mencakup karangan bunga yang diterima saat pernikahan putranya. "Penerimaan tersebut masih dalam batas yang diperbolehkan dan tidak dikategorikan sebagai suap," jelas Indira merujuk pada analisis Direktorat Gratifikasi. Namun, jaksa menuding Zarof menerima berbagai bentuk gratifikasi lain yang tidak dilaporkan, termasuk:
- Uang tunai dalam berbagai mata uang senilai Rp 915 miliar
- Logam mulia emas sebanyak 51 kg (setara Rp 86,2 miliar)
Karir panjang Zarof di MA menjadi sorotan dalam persidangan. Pejabat eselon I ini diketahui menduduki berbagai posisi strategis:
- Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana (2006-2014)
- Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (2014-2017)
- Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Hukum (2017-2022)
Jaksa menegaskan bahwa jabatan-jabatan ini dimanfaatkan Zarof untuk membangun jaringan dengan hakim di semua tingkat peradilan. "Sebagai Widyaiswara yang mengajar hakim, terdakwa memiliki akses istimewa ke kalangan peradilan," tegas jaksa dalam pembacaan dakwaan. Kasus ini menjadi ujian berat bagi integritas lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.