Polemik Penjurusan SMA dan Relevansinya dengan Persiapan Kuliah
Kebijakan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) kembali memicu perdebatan di kalangan praktisi pendidikan. Prof. Eduart Wolok, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), menyoroti pentingnya keselarasan antara mata pelajaran di SMA dengan program studi (prodi) yang akan diambil di perguruan tinggi.
Menurut Eduart, semakin banyak mata pelajaran yang relevan dengan prodi tujuan, semakin baik persiapan siswa untuk menghadapi dunia perkuliahan. "Misalnya, siswa yang bercita-cita masuk jurusan teknik sebaiknya mengambil 2-3 mata pelajaran terkait teknik di SMA," ujarnya. Ia menekankan bahwa pendekatan ini akan memudahkan siswa dalam memahami materi kuliah nantinya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkapkan bahwa kebijakan penjurusan ini terkait dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan diterapkan mulai November 2025. TKA dirancang untuk mengukur kompetensi akademik siswa, dengan mata pelajaran wajib Matematika dan Bahasa Indonesia, serta pilihan sesuai jurusan (IPA: Biologi, Fisika, Kimia; IPS: Akuntansi, Geografi).
Eduart juga mengomentari wacana TKA sebagai alternatif tes masuk PTN. "TKA dan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) memiliki tujuan berbeda. TKA mengukur pemahaman materi SMA, sementara UTBK menilai kesiapan siswa untuk prodi tertentu," jelasnya. Ia menambahkan bahwa TKA dapat berfungsi sebagai validator nilai rapor, terutama untuk menstandarkan penilaian antar-sekolah.
Berikut beberapa poin penting terkait kebijakan ini: - Penjurusan SMA: IPA, IPS, dan Bahasa akan dihidupkan kembali. - TKA: Akan dimulai November 2025 dengan mata pelajaran wajib dan pilihan. - Relevansi Prodi: Mata pelajaran SMA yang sesuai dengan prodi kuliah dinilai lebih efektif. - Validasi Nilai: TKA dapat menjadi alat koreksi nilai rapor yang tidak standar.
Diskusi mengenai integrasi TKA ke dalam sistem seleksi PTN masih berlangsung. Eduart menegaskan bahwa hal ini membutuhkan kajian mendalam mengingat perbedaan substansi antara TKA dan UTBK. "Jika TKA ingin dijadikan UTBK masa depan, perlu ada penyelarasan tolok ukur," pungkasnya.