Mahfud MD Kritik Penegakan Hukum yang Tumpul di Hadapan Oligarki dan Pejabat Koalisi
Jakarta – Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, mengkritik fenomena mandeknya penegakan hukum ketika berhadapan dengan dua kelompok berpengaruh: oligarki dan petinggi koalisi. Dalam sebuah diskusi di kanal YouTube resminya, Mahfud menyoroti bagaimana proses hukum yang awalnya digaungkan dengan semangat tinggi kerap berujung pada kebuntuan saat menyentuh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau jaringan politik kuat.
Menurutnya, pola ini terlihat jelas dalam beberapa kasus besar, termasuk kasus impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong. Meski investigasi awalnya mencakup periode 2015-2023, tuntutan hanya difokuskan pada masa jabatan Lembong (2015-2016). Padahal, kebijakan serupa dilanjutkan oleh menteri-menteri berikutnya, seperti Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, Muhammad Lutfi, dan Zulkifli Hasan. "Ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa hanya periode tertentu yang diusut?" ujar Mahfud.
Kasus serupa terjadi di Pertamina, di mana dugaan korupsi pengoplosan minyak seharusnya mencakup rentang 2018-2023. Namun, penanganan hukum hanya menyasar pelaku di tahun 2023. Mahfud menilai hal ini sebagai bukti adanya "pemilihan" tersangka yang tidak objektif. Beberapa poin kritis yang diangkat: - Ketidakjelasan alasan pembatasan periode investigasi. - Kecenderungan menghindari penyidikan terhadap pejabat aktif atau tokoh berpengaruh. - Dampak negatif terhadap kepercayaan publik pada sistem hukum.
Mahfud menegaskan, pola seperti ini tidak hanya merugikan proses hukum tetapi juga memperkuat persepsi bahwa penegakan hukum di Indonesia masih diskriminatif. "Jika terus dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan supremasi hukum," tandasnya.