Polemik Kremasi Murdaya Poo di Borobudur, Mediasi Pemerintah Daerah Belum Membuahkan Titik Temu
Penolakan Warga Ngaran Terhadap Rencana Kremasi Murdaya Poo Picu Mediasi Pemerintah Daerah
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, diguncang polemik terkait rencana kremasi jenazah Murdaya Widyamimarta Poo, atau yang lebih dikenal sebagai Murdaya Poo, pemilik pusat perbelanjaan Pondok Indah Mall. Warga Ngaran, sebuah desa di Kecamatan Borobudur, menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut, memicu mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang. Pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak terkait ini, sayangnya, belum menghasilkan kesepakatan.
Mediasi yang dikemas dalam acara 'Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah Dalam Rangka Deteksi Dini dan Cegah Dini Potensi Konflik Sosial di Masyarakat' ini berlangsung di Ruang Bina Karya Kompleks Sekretariat Daerah Kabupaten Magelang pada Rabu (16/4/2025). Tampak hadir Bupati Magelang Grengseng Pamuji, Wakil Bupati Magelang Sahid, Ketua DPRD Kabupaten Magelang Sakir, Dandim 0705/Magelang Letkol Inf Jarot Susanto, Kabag Ops Polresta Magelang Kompol Eko Mardiyanto, dan Kasi Intel Kejari Kabupaten Magelang Aldy Slesvigtor Hermon.
Maryoto, Kepala Dusun Ngaran 1 dan Ngaran 2, mengungkapkan bahwa Ketua DPD Walubi Jawa Tengah, Tanto Soegito Harsono, telah menyampaikan wacana mengenai pelaksanaan ngaben versi umat Buddha di wilayah mereka. Wacana ini kemudian memicu diskusi dan kekhawatiran di kalangan warga. Penolakan warga didasarkan pada beberapa pertimbangan, termasuk mayoritas penduduk yang beragama Islam dan kekhawatiran akan munculnya isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
Detail Penolakan dan Alasan Warga
Maryoto menjelaskan kronologi penolakan warga. Setelah menerima informasi awal, ia menyampaikan hal tersebut kepada warga Ngaran 2 RW 6 melalui grup WhatsApp. Reaksi cepat muncul dari Ketua RT 02, yang menginformasikan bahwa lokasi yang direncanakan untuk kremasi telah disurvei. Hal ini menimbulkan pertanyaan dan keresahan di kalangan warga, mengingat wacana tersebut masih dalam tahap awal.
Puncaknya, pada Senin (7/4) malam, tokoh masyarakat mengadakan pertemuan dan mencapai kesepakatan bulat untuk menolak rencana kremasi. Penolakan ini kemudian disampaikan secara resmi kepada Walubi pusat dan Walubi Jawa Tengah.
"Intinya bahwa tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan seluruh masyarakat yang hadir malam itu menyepakati bahwa tidak ada ngaben versi umat Buddha dan kremasi," tegas Maryoto. Warga kemudian membuat surat pernyataan penolakan yang ditandatangani oleh seluruh Ketua RT, diketahui oleh Kepala Desa dan Camat.
Alasan penolakan juga mencakup kekhawatiran bahwa jika kremasi diizinkan, akan ada banyak umat yang ingin melakukan hal serupa di wilayah tersebut. Warga merasa bahwa rencana kremasi ini bersifat personal dan tidak mewakili kepentingan umat Buddha secara luas. Selain itu, faktor adat dan budaya juga menjadi pertimbangan penting, mengingat mayoritas penduduk Ngaran adalah Muslim.
Klarifikasi Walubi dan Tawaran Solusi
Ketua DPD Walubi Jawa Tengah, Tanto Soegito Harsono, membenarkan adanya rencana kremasi Murdaya Poo di Ngaran. Ia menjelaskan bahwa Murdaya Poo adalah Ketua Pengawas DPP Walubi dan suami dari Ketua Umum DPP Walubi, Hartati Murdaya. Tanto mengonfirmasi bahwa ia pernah bertemu dengan Kepala Dusun Ngaran untuk menyampaikan wacana tersebut.
"Kita waktu itu dapat kabarnya. Kalau akan dikremasi mungkin satu, dua hari setelah itu. Perlu (kami) jelaskan rencana kremasi itu adalah di Dusun Ngaran 2 di lahan milik Ibu (Hartati Murdaya). Itu di belakang Vihara, di sawah-sawah. Dan kita tidak pernah berencana untuk membangun krematorium. Kita hanya melaksanakan kremasi," jelas Tanto.
Tanto juga menjelaskan bahwa kremasi yang direncanakan akan dilakukan di lahan persawahan milik keluarga Murdaya Poo, di belakang Vihara. Ia menekankan bahwa Walubi tidak berencana membangun krematorium permanen. Proses kremasi yang akan dilakukan serupa dengan yang pernah dilakukan oleh Bante Win di Bukit Dagi Borobudur.
Terkait dengan prosesi kremasi, Tanto menjelaskan bahwa kremasi dengan kayu hanya diperuntukkan bagi tokoh dan bante (pendeta Buddha). Kremasi menggunakan kayu cendana atau campuran kayu biasa dengan kayu cendana, dan akan diatur oleh bante atau lamma yang berpengalaman.
Belum Ada Kesepakatan dan Usulan Alternatif
Pertemuan mediasi berlangsung alot dan tidak menghasilkan kesepakatan. Bupati Magelang, Grengseng Pamuji, menyatakan bahwa forum musyawarah akan dilanjutkan untuk mencari solusi yang terbaik.
Camat Borobudur, Subiyanto, menyinggung usulan lokasi alternatif di Bukit Dagi Borobudur. Usulan ini datang dari tokoh FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), sebagai solusi jika rencana awal tidak tercapai. Bukit Dagi dianggap lebih dekat dengan mandala Borobudur dan memiliki yurisprudensi pelaksanaan kremasi sebelumnya.
Maryoto, Kepala Dusun Ngaran, menyatakan bahwa warga akan mendukung jika kremasi dilakukan di Bukit Dagi. "Monggo silakan (di Bukit Dagi). Dan warga akan tetap mendukung. Nggak masalah," kata Maryoto.
Daftar Isi:
- Penolakan Warga Ngaran
- Mediasi Pemerintah Daerah
- Alasan Penolakan
- Klarifikasi Walubi
- Usulan Lokasi Alternatif Bukit Dagi
- Belum Ada Kesepakatan