Kisah Sultan Murad IV: Pertemuan Tak Terduga dengan Seorang Wali yang Tersembunyi di Balik Kehidupan Kontroversial
Sultan Murad IV dan Sang Wali yang Tersembunyi
Kisah tentang seorang wali Allah yang memiliki kebiasaan yang tampak kontradiktif dengan kesalehan, yaitu membeli minuman keras dan mengunjungi tempat-tempat yang kurang baik, menjadi sebuah narasi menarik yang berkaitan dengan Sultan Murad IV, seorang penguasa Ottoman yang dikenal tegas. Cerita ini memberikan perspektif tentang bagaimana penilaian manusia seringkali berbeda jauh dengan kebenaran yang tersembunyi.
Perjalanan Sang Sultan yang Menyamar
Sultan Murad IV, yang memerintah Kesultanan Ottoman dari tahun 1623 hingga 1640, dikenal karena ketegasannya dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi. Suatu malam, Sultan memutuskan untuk menyamar sebagai rakyat biasa dan berkeliling kota bersama kepala pengawalnya. Dalam perjalanannya, mereka menemukan seorang pria tergeletak tak berdaya di sebuah gang sempit. Setelah diperiksa, ternyata pria tersebut telah meninggal dunia. Sultan Murad IV merasa heran karena tidak ada seorang pun yang peduli dengan nasib pria tersebut.
Sultan kemudian bertanya kepada warga sekitar mengenai identitas dan keluarga pria itu. Warga menjawab bahwa pria itu dikenal sebagai peminum minuman keras dan pezina. Namun, Sultan mengingatkan mereka bahwa pria itu tetaplah seorang Muslim yang berhak mendapatkan penghormatan terakhir. Akhirnya, dengan enggan, warga membantu memindahkan jenazah pria tersebut ke rumahnya. Setibanya di sana, mereka segera pergi, meninggalkan Sultan Murad IV dan kepala pengawalnya bersama jenazah dan istri pria tersebut.
Kebenaran yang Terungkap
Istri pria itu menangis tersedu-sedu di samping jenazah suaminya. Namun, yang mengejutkan Sultan, ia menyebut suaminya sebagai seorang wali Allah yang saleh. Sultan Murad IV terkejut dan bertanya bagaimana mungkin orang yang dikenal gemar minum minuman keras dan berzina bisa dianggap sebagai seorang wali.
Istri pria itu kemudian menjelaskan bahwa suaminya setiap malam pergi ke toko minuman keras dan membeli sebanyak mungkin minuman keras yang mampu ia beli. Minuman-minuman itu kemudian dibawa pulang dan dibuang ke toilet. Ia melakukan hal itu dengan niat meringankan dosa kaum Muslimin. Selain itu, suaminya juga pergi ke tempat pelacuran dan memberikan uang kepada para wanita di sana, meminta mereka untuk tidak membuka pintu hingga pagi, dengan tujuan mencegah mereka berbuat dosa. Pria itu merasa bahwa dengan tindakannya, ia telah meringankan dosa para pelacur dan pria-pria Muslim.
Orang-orang di sekitar hanya melihat pria itu sebagai seorang pemabuk dan penjudi, tanpa mengetahui niat baik yang tersembunyi di balik tindakannya. Istrinya seringkali khawatir bahwa jika suaminya meninggal, tidak akan ada seorang pun yang mau mengurus jenazahnya. Namun, pria itu selalu menjawab dengan tenang bahwa ia akan dishalatkan oleh Sultan, para ulama, dan para wali.
Penghormatan Terakhir dari Sang Sultan
Mendengar cerita tersebut, Sultan Murad IV menangis tersedu-sedu. Ia kemudian mengungkapkan identitasnya yang sebenarnya dan berjanji akan mengurus jenazah pria tersebut hingga ke pemakaman. Keesokan harinya, jenazah pria itu dimandikan, dishalatkan, dan dimakamkan dengan dihadiri oleh para ulama, para wali, dan seluruh masyarakat Turki atas perintah Sultan Murad IV.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya melihat segala sesuatu dari berbagai perspektif dan tidak mudah menghakimi orang lain berdasarkan penampilan luarnya saja. Sultan Murad IV, dengan ketegasannya, menunjukkan bahwa keadilan dan kebijaksanaan harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam dan bukan hanya pada prasangka.