Masyarakat Borobudur Ajukan Tujuh Tuntutan Terkait Pengelolaan Kawasan Candi
Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB) menyampaikan aspirasi mereka kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terkait pengelolaan kawasan Borobudur. Audiensi yang dilakukan di Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Rabu (16/4/2025) ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian protes yang belum membuahkan hasil signifikan.
FMBB, yang terdiri dari masyarakat adat, pelaku wisata, UMKM, dan pedagang lokal, menuntut Pemprov untuk turun tangan menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada, terutama terkait relokasi ke Kampung Seni Borobudur (KSB) yang dinilai merugikan.
"Kami datang ke Pemerintah Provinsi karena dulu ada kesepakatan bersama Pemprov, Pemda, PT Taman Wisata Candi TWC. Kami berharap provinsi turut mengawal bagaimana KSB itu diimplementasikan di lapangan," ujar Ketua FMBB, Puguh Triwarsono. Menurutnya, pertemuan dan audiensi sebelumnya tidak memberikan solusi yang memadai.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Relokasi pedagang ke Pasar KSB berdampak signifikan terhadap pendapatan warga. Menurut kajian Bappeda Magelang, terjadi penurunan pendapatan pelaku wisata hingga 83 persen. Dahulu, pedagang bisa memperoleh pendapatan harian antara Rp 100.000 hingga Rp 500.000, namun setelah relokasi, pendapatan mereka anjlok menjadi Rp 4.000 hingga Rp 7.000 per hari.
Banyak warga yang terlilit utang atau terpaksa menjual aset untuk bertahan hidup. FMBB juga mengkritik pembangunan resort dan restoran mewah yang dianggap tidak selaras dengan pelestarian kawasan dan memberatkan pelaku usaha kecil.
"Setelah ribuan pedagang kecil pindah ke Kampung Seni Kujon, dibangun usaha besar yang menjual makanan, minuman, souvenir, seperti yang dijual UKM di zona 2. Ini paradoks kebijakan yang sepertinya menyiasati kebijakan bersama yang sudah dibuat," imbuh Puguh.
Tujuh Tuntutan Utama
Dalam audiensi tersebut, FMBB menyampaikan tujuh tuntutan utama kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah:
- Pembukaan kembali pintu-pintu masuk Candi Borobudur untuk pengunjung, khususnya di kawasan Ngaran 1 dan 2 (Jl. Medang Kamulan, Jl Badrawati, Jl. Balaputradewa, dan sekitarnya).
- Pemberian dukungan kepada pedagang Pasar Kujon yang mengalami penurunan pendapatan, misalnya melalui voucher pembelian yang terintegrasi dengan tiket masuk Candi Borobudur.
- Penolakan terhadap pembukaan restoran Prana Borobudur di zona 2 yang menjual produk serupa dengan yang dijual di Pasar Kujon.
- Pemenuhan hak pedagang Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) untuk mendapatkan kios di kawasan Candi Borobudur.
- Pembatasan jumlah pengunjung di atas 10.000 orang per hari, menolak pembatasan pengunjung 1.200 orang per hari atau 150 orang per sesi.
- Dukungan terhadap revisi Perpres No. 88 tahun 2024 tentang Rencana Induk Pariwisata Nasional (RIPDN) dan Perpres No. 101 tahun 2024 tentang Tata Kelola Kompleks Candi Borobudur.
- Dukungan terhadap partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan candi.
Respons Pemerintah Provinsi
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko, menyatakan bahwa pemerintah akan mengawal penyelesaian masalah ini secara bertahap. Pihaknya akan menugaskan TWC, TWB, dan Pemerintah Kabupaten untuk menangani poin 1 hingga 5, sedangkan poin 7 akan ditangani oleh Pemerintah Kabupaten. Pemerintah Provinsi akan melakukan supervisi dan memantau perkembangan penyelesaian masalah tersebut.