Hakim Djuyamto Tersandung Kasus Suap: Titipan Tas Berisi Dolar Singapura Jadi Sorotan
Kasus dugaan suap terkait vonis lepas perkara ekspor crude palm oil (CPO) terus bergulir, menyeret nama hakim Djuyamto dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan fakta baru terkait Djuyamto sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa Djuyamto sempat menitipkan sebuah tas kepada seorang petugas keamanan (satpam) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tas tersebut kemudian diserahkan kepada penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
"Benar, yang bersangkutan menitipkan tas kepada satpam PN Jakarta Selatan," ujar Harli kepada awak media.
Isi tas tersebut menjadi perhatian khusus. Selain dua unit telepon seluler, di dalamnya ditemukan sejumlah uang dalam pecahan dolar Singapura. Jumlahnya mencapai 37 lembar. Penyidik saat ini tengah mendalami maksud dan tujuan penyerahan tas tersebut.
"Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam, yang di dalamnya terdapat dua ponsel dan uang dolar Singapura 37 lembar," ungkap Harli.
Meski demikian, Harli belum bersedia memberikan informasi lebih lanjut mengenai alasan Djuyamto menitipkan tas tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa tas tersebut telah disita sebagai barang bukti dalam penyidikan.
"Berita acara penyitaannya sudah ada," imbuhnya.
Kasus ini bermula dari penyidikan dugaan suap terkait vonis lepas terhadap tiga perusahaan besar yang terlibat dalam ekspor CPO, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari unsur hakim, panitera, advokat, dan pihak swasta.
Berikut daftar tersangka yang telah ditetapkan:
- WG (Wahyu Gunawan): Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara
- MS (Marcella Santoso): Advokat
- AR (Ariyanto): Advokat
- MSY (Muhammad Syafei): Social Security Legal Wilmar Group
- MAN (Muhammad Arif Nuryanta): Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (saat kejadian menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat)
- ASB (Agam Syarif Baharuddin): Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
- AM (Ali Muhtarom): Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
- DJU (Djuyamto): Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Djuyamto, selaku ketua majelis hakim dalam perkara ekspor CPO, diduga menerima suap senilai Rp 6 miliar dari Muhammad Arif Nuryanta. Arif sendiri diduga menerima suap senilai Rp 60 miliar dari Muhammad Syafei, tim legal Wilmar, melalui perantara Wahyu Gunawan.
Selain Djuyamto, hakim anggota majelis hakim, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, juga diduga menerima suap dari Arif. Uang suap tersebut diduga diberikan dengan tujuan agar majelis hakim menjatuhkan putusan ontslag, yaitu menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa korporasi bukanlah tindak pidana.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh Djuyamto memang menyatakan bahwa para terdakwa dari PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Namun, majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukanlah tindak pidana, sehingga para terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum.
Atas perbuatannya, ASB, AM, dan DJU disangkakan melanggar Pasal 12C jo 12B jo 6 ayat 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.