Industri Sawit Nasional Tertekan Tarif Impor AS, GAPKI Usulkan Relaksasi Beban Ekspor
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyampaikan kekhawatiran mendalam atas dampak perang dagang yang digencarkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap industri kelapa sawit nasional. Kebijakan Trump yang memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk kelapa sawit asal Indonesia dinilai sangat memberatkan.
Direktur Eksekutif GAPKI, Mukti Sardjono, dalam pernyataannya di Jakarta, menekankan bahwa penerapan tarif impor tersebut akan secara signifikan mempengaruhi kinerja ekspor kelapa sawit Indonesia. Untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan volume ekspor, Mukti mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan pengurangan beban ekspor yang saat ini ditanggung oleh pelaku industri.
Saat ini, industri kelapa sawit Indonesia dibebani oleh tiga jenis pungutan ekspor, yaitu:
- Domestic Market Obligation (DMO)
- Pengendalian Ekspor (PE)
- Beban Kurang (BK)
Total beban ekspor yang harus ditanggung mencapai 221 dollar AS per metrik ton, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya sebesar 140 dollar AS per ton. Mukti berpendapat bahwa pengurangan salah satu atau beberapa komponen beban ekspor, seperti BK, akan meningkatkan efisiensi dan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar global.
Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara eksportir kelapa sawit terbesar di Asia. Dalam lima tahun terakhir, ekspor kelapa sawit Indonesia ke AS mencapai sekitar 2,5 juta ton, dengan nilai diperkirakan mencapai 2,9 miliar dollar AS. Pangsa pasar Indonesia di AS mencapai 89 persen, menunjukkan bahwa AS sangat bergantung pada pasokan kelapa sawit dari Indonesia, terutama untuk memenuhi kebutuhan industri makanan.
Selain AS, GAPKI juga melihat potensi pasar baru di Afrika dan Timur Tengah. Kedua wilayah ini dinilai memiliki potensi besar untuk menyerap produk kelapa sawit Indonesia.
Mukti mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menunggu keputusan pemerintah terkait usulan pengurangan beban ekspor. Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret untuk meringankan beban industri kelapa sawit dan menjaga daya saingnya di pasar global.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor CPO (Crude Palm Oil) dan produk turunannya ke AS mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2015, volume ekspor tercatat sebesar 736.500 ton. Angka ini melonjak menjadi 1,39 juta ton pada tahun 2024, dengan volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2023, yaitu mencapai 1,98 juta ton. Pada tahun 2024, AS menduduki peringkat ke-4 sebagai negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia, setelah India, Pakistan, dan China.