Evaluasi Kinerja dan Perombakan Kabinet: Langkah Strategis Bobby Nasution di Pemprov Sumut
markdown Sejak dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution telah melakukan serangkaian perubahan signifikan dalam jajaran pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut. Langkah ini menuai berbagai tanggapan, salah satunya dari pengamat politik Universitas Medan Area (UMA), Walid Musthafa. Menurutnya, perubahan ini merupakan hal yang wajar dalam dinamika pemerintahan yang baru.
Walid Musthafa menjelaskan bahwa setiap kepala daerah memiliki visi dan misi tersendiri dalam menjalankan roda pemerintahan. Untuk mewujudkan visi tersebut, seorang pemimpin perlu membentuk tim yang solid dan memiliki kesamaan pandangan. Proses ini seringkali melibatkan evaluasi terhadap kinerja pejabat yang ada, serta penunjukan individu-individu baru yang dinilai kompeten dan mampu berkontribusi secara maksimal.
"Ini adalah hal yang lumrah ketika kepala daerah baru menjabat," ujar Walid. "Bobby Nasution tentu memiliki cita-cita politik dan pemerintahan sendiri. Untuk mewujudkannya, ia perlu melakukan 'pembersihan dapur' dan memilih orang-orang yang dapat membantunya mencapai tujuan tersebut."
Menurut Walid, langkah-langkah yang diambil Bobby Nasution menunjukkan komitmennya untuk melakukan pembenahan internal di Pemprov Sumut. Penonaktifan sejumlah pejabat, yang didahului dengan pemeriksaan oleh Inspektorat, mengindikasikan adanya upaya untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kendati demikian, Walid menekankan pentingnya proses penonaktifan atau pencopotan pejabat dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan alasan yang jelas. Seorang pemimpin, menurutnya, tidak boleh bertindak sewenang-wenang dan harus menjunjung tinggi prinsip keadilan dan profesionalisme.
"Selama tidak mengganggu jalannya pemerintahan dan dilakukan secara transparan dengan alasan yang jelas, langkah ini dapat dianggap wajar," kata Walid.
Menanggapi isu yang berkembang terkait kemungkinan adanya faktor rivalitas politik antara Bobby Nasution dan mantan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, dalam proses perombakan kabinet ini, Walid mengakui bahwa persepsi semacam itu mungkin saja muncul di masyarakat. Apalagi, beberapa pejabat yang dinonaktifkan diketahui memiliki kedekatan dengan Edy Rahmayadi.
Namun, Walid mengingatkan agar masyarakat tetap berpikiran jernih dan tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Ia menekankan bahwa penonaktifan pejabat harus didasarkan pada bukti-bukti yang kuat terkait pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan.
"Kita tidak bisa menutup mata bahwa mungkin ada kesalahan-kesalahan yang memang harus diusut dan ditindaklanjuti oleh inspektorat," ujarnya. "Saya kira Bobby dan Inspektorat tidak mungkin menonaktifkan orang tanpa alasan yang jelas."
Sebelumnya, Bobby Nasution telah melakukan beberapa kali perombakan jabatan di lingkungan Pemprov Sumut. Beberapa hari setelah pelantikan, 12 jabatan pimpinan tinggi pratama mengalami perubahan. Kemudian, dalam beberapa waktu terakhir, lima pejabat eselon II dinonaktifkan sementara.
Inspektur Sumut, Sulaiman Harahap, menjelaskan bahwa penonaktifan empat pejabat eselon II dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Inspektorat setelah dilakukan pemeriksaan. Keempat pejabat tersebut adalah Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut Ilyas Sitorus, Kepala BPSDM Sumut Abdul Haris Lubis, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Sumut Juliadi Harahap, dan Kepala Biro Otonomi Daerah Setda Sumut Harianto Butarbutar.
Selain itu, Bobby Nasution juga menonaktifkan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (Perindag ESDM) Mulyadi Simatupang. Sulaiman Harahap mengungkapkan bahwa penonaktifan Mulyadi Simatupang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya terkait dugaan pencemaran nama baik Gubernur Sumut.
Sulaiman menambahkan bahwa Bobby Nasution memilih untuk menyelesaikan permasalahan ini secara internal melalui pemeriksaan oleh Inspektorat, daripada membawanya ke ranah hukum.