Bendahara KPU Buru Diduga Dalangi Pembakaran Kantor untuk Tutupi Penyimpangan Dana Pilkada
Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru, Maluku, dilalap api pada Jumat, 28 Februari lalu. Pihak kepolisian telah berhasil mengungkap dalang di balik aksi pembakaran tersebut. Tersangka utama dalam kasus ini adalah RH (48), bendahara KPU Kabupaten Buru.
Menurut keterangan Kapolres Buru, AKBP Sulastri Sukidjang, motif pembakaran tersebut diduga kuat untuk menghindari pemeriksaan terkait pengelolaan dana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024. Dana yang dimaksud berjumlah sekitar Rp 33 miliar yang berasal dari KPU RI. RH diduga memerintahkan pembakaran dengan harapan dapat menghancurkan dokumen-dokumen penting terkait laporan pertanggungjawaban anggaran Pilkada.
"Motifnya adalah untuk menghindari pemeriksaan penggunaan anggaran Pilkada 2024 dari KPU RI sebesar Rp 33 miliar," ungkap AKBP Sulastri.
Dalam menjalankan aksinya, RH tidak bekerja sendiri. Ia dibantu oleh dua orang lainnya, yaitu SB (45) dan AT (42). RH berperan sebagai otak dari kejahatan ini, dengan menyiapkan segala logistik yang dibutuhkan, termasuk minyak tanah dan empat jeriken bensin. Bahan-bahan tersebut kemudian diserahkan kepada SB dan AT untuk melakukan pembakaran di kantor KPU. Modus operandinya adalah dengan menyiramkan bensin dan minyak tanah ke seluruh bagian kantor, termasuk plafon, sebelum akhirnya membakarnya.
"Awalnya RH membawa minyak tanah dan bensin 4 jeriken yang sudah disiapkan kemudian diserahkan kepada AT dan SB. Masuk lewat jendela belakang ruang rapat KPU yang sudah dibuka sejak awal," jelasnya.
Berdasarkan hasil penyelidikan, SB dan AT bersedia membantu RH karena merasa berutang budi kepadanya. Aksi pembakaran ini mengakibatkan kerusakan signifikan pada sejumlah ruangan di kantor KPU Buru, termasuk ruang prajabatan dan ruang arsip. Saat ini, Polres Buru masih terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mendalami kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Atas perbuatan mereka, RH, AT, dan SB dijerat dengan pasal 187 ayat 1, junto pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.