Revitalisasi Pasar Tunjungan: Pameran Seni 'Arak-Arak' Gairahkan Bangunan Terbengkalai
Riuh suara drumben memecah kesunyian di sekitar Hotel Majapahit, mengiringi langkah pengunjung menuju sebuah kompleks yang menyimpan sejarah panjang: Pasar Tunjungan 1979. Di balik hiruk pikuk Jalan Tunjungan, tersembunyi sebuah bangunan mangkrak yang selama 35 tahun lamanya hanya menjadi saksi bisu perubahan zaman.
Lorong-lorong sempit dengan kios-kios yang berdesakan menyambut pengunjung di lantai dasar. Aroma khas pasar bercampur dengan hawa pengap menciptakan pengalaman yang unik. Menaiki tangga menuju lantai dua, pemandangan berubah drastis. Pintu-pintu kios berkarat menjadi bukti bisu bahwa waktu telah lama berlalu. Grafiti menghiasi dinding lantai tiga, ungkapan kejenuhan yang terlukis di antara atap seng yang membatasi ruang.
Kondisi bangunan memprihatinkan. Kelembapan terasa menusuk tulang, diperparah dengan tetesan air dari plafon yang lapuk. Jendela-jendela yang terbuka lebar seolah mengundang angin untuk menari di antara puing-puing kenangan. Sunyi senyap menggantikan keriuhan para pekerja administrasi Pasar Tunjungan yang dulu pernah memenuhi ruangan ini.
Namun, dibalik kondisi yang memprihatinkan, secercah harapan mulai muncul. Dalam dua pekan mendatang, bangunan yang terlupakan ini akan kembali bergeliat dengan kehidupan. Pameran "Arak-Arak Road To Art Jog 2025" akan menghidupkan kembali ruang-ruang kosong ini menjadi sebuah galeri seni yang unik.
Seniman asal Yogyakarta, Jompet Kuswidananto, berkolaborasi dengan Art Jog, akan menggelar pameran tunggalnya di lokasi yang tak lazim ini. Jompet menjelaskan bahwa seniman Indonesia memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dan berkreasi di tengah keterbatasan infrastruktur seni. Baginya, tantangan justru menjadi sumber inspirasi.
"Ini bukan hanya soal bangunan kosong," ujar Jompet. "Sebagai seniman Indonesia, kami terbiasa bekerja dengan keterbatasan. Infrastruktur kesenian di Indonesia belum mapan. Mengubah bangunan yang tidak terpakai menjadi ruang seni selama dua pekan bukanlah hal baru bagi kami."
Jompet menambahkan bahwa ruang-ruang yang tidak layak ini justru menawarkan narasi yang lebih dalam. Ia tidak ingin sejarah tempat ini tertutupi oleh pameran seni. Sebaliknya, ia ingin karyanya berdialog dengan narasi yang sudah melekat pada bangunan ini.
Heri Pemad, Pendiri sekaligus Direktur Art Jog, menceritakan bagaimana ia menemukan bangunan ini melalui rekomendasi seorang seniman Surabaya. Ia mencari lokasi unik di Jalan Tunjungan yang ramai dan menemukan energi luar biasa di bangunan mangkrak ini.
"Saya minta dicarikan rumah atau lahan kosong di Jalan Tunjungan. Malam itu saya diam-diam masuk ke situ, dan merasakan energi yang luar biasa," ungkap Heri. Ia kemudian berbagi pengalamannya dengan Jompet dan meyakini bahwa tempat ini sangat cocok untuk karya-karya Jompet yang kaya akan simbolisme masa lalu.
"Karyanya Jompet bisa berkolaborasi dengan bentuk apapun. Konsep mendekatkan publik Tunjungan adalah jantungnya Surabaya," pungkas Heri.
Pameran "Arak-Arak" diharapkan dapat menghidupkan kembali ruang yang telah lama terlupakan dan menjadi wadah bagi dialog antara seni dan masyarakat di pusat Kota Surabaya. Lebih dari sekadar pameran seni, acara ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk merevitalisasi kawasan Pasar Tunjungan dan menjadikannya sebagai destinasi wisata budaya yang menarik.