Tarif Impor AS Melonjak, Industri Tekstil Indonesia di Ujung Tanduk

Dampak Kenaikan Tarif Impor AS terhadap Industri Tekstil Indonesia

Kenaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk tekstil asal Indonesia menjadi perhatian serius bagi perekonomian nasional. Kebijakan yang mencapai hingga 47 persen ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Pemerintah Indonesia tengah berupaya melakukan negosiasi dengan pihak AS untuk mencari solusi terbaik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa dampak kenaikan tarif tidak hanya terbatas pada produk tekstil. Sektor lain seperti garmen, alas kaki, furnitur, dan udang juga turut merasakan dampaknya. Airlangga menekankan bahwa tarif baru ini membuat produk Indonesia kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara pesaing di kawasan ASEAN dan Asia lainnya. Biaya ekspor yang meningkat menjadi beban bagi eksportir Indonesia.

Upaya Pemerintah dan Ancaman PHK

Pemerintah Indonesia telah mengirimkan delegasi ke AS untuk melakukan negosiasi intensif. Beberapa tawaran kerja sama strategis diajukan, termasuk impor LPG, minyak mentah, dan bensin dari AS. Pemerintah berharap dalam waktu dekat tercapai kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Namun, di tengah upaya negosiasi, ancaman PHK massal menghantui industri TPT. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, memperkirakan bahwa sekitar 1,2 juta tenaga kerja di Indonesia berisiko kehilangan pekerjaan akibat kebijakan tarif baru ini. Kenaikan tarif impor akan membuat produk Indonesia menjadi lebih mahal dan menurunkan daya saing di pasar AS.

Nailul Huda juga menyebutkan potensi PHK tidak hanya terbatas pada sektor TPT, tetapi juga meluas ke sektor lain seperti pertanian, khususnya petani kelapa sawit yang memasok industri minyak nabati. Ia memperkirakan puluhan ribu tenaga kerja di sektor kelapa sawit juga terancam kehilangan pekerjaan.

Insentif Pemerintah dan Pengawasan Impor

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif untuk membantu industri TPT bertahan dan berkembang. Insentif tersebut meliputi pembiayaan, pelatihan sumber daya manusia, penguatan pengawasan impor, dan pengendalian produk asing.

Agus Gumiwang juga menyoroti masalah impor ilegal dan praktik transshipment yang merugikan industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian akan memperketat penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk mencegah penyalahgunaan dokumen dan praktik impor tidak sehat.

Industri TPT merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2024, nilai ekspor TPT mencapai 11,96 miliar dollar AS dan menyerap 3,97 juta tenaga kerja. Pemerintah berkomitmen untuk melindungi industri ini dan meminimalisir dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Kenaikan tarif impor AS mengancam keberlangsungan industri TPT Indonesia.
  • Pemerintah berupaya melakukan negosiasi dengan AS dan menyiapkan insentif untuk industri.
  • Pengawasan impor ilegal dan praktik transshipment akan diperketat.
  • Ancaman PHK massal menjadi perhatian utama.