Perjuangan Aida Setyawan Menembus Dominasi Pria dalam Bisnis Travel Umrah
Aida Setyawan: Menantang Hegemoni Maskulinitas di Industri Umrah
Potensi bisnis travel umrah di Indonesia yang besar tidak serta merta memberikan jalan mulus bagi semua pelaku usaha. Bagi Aida Setyawan, pemilik Massa Makmor World, tantangan justru datang dari budaya maskulinitas yang masih kuat mengakar di industri ini. Perjalanan Aida membangun bisnisnya sejak tahun 2017 diwarnai berbagai rintangan, mulai dari penipuan hingga pandangan sebelah mata.
Pengalaman kurang menyenangkan mewarnai awal perjalanan Aida. Ia pernah menjadi korban penipuan berkedok kerjasama dengan maskapai penerbangan. Iming-iming harga khusus dan cashback besar untuk pemesanan ribuan kursi ternyata hanya jebakan. Uang yang telah didepositkan justru diselewengkan oleh oknum pimpinan perusahaan mitra. Kejadian serupa terulang ketika perwakilan perusahaannya di Arab Saudi melarikan diri dengan membawa uang operasional.
"Dua momen itu sangat membekas karena nominalnya tidak kecil. Ketika kita belum memahami seluk beluk dunia umrah, kita rentan menjadi sasaran," ujarnya.
Selain penipuan, Aida juga harus berjuang melawan budaya maskulinitas yang mendominasi bisnis travel umrah. Ia bercerita, sulitnya bernegosiasi dengan tokoh agama (kiai) menjadi salah satu contoh nyata. Sebagai pemimpin perempuan, ia kerap kali diremehkan atau bahkan ditolak mentah-mentah.
"Saya pernah bertanya mengapa seorang kiai selalu menolak ajakan kerjasama. Rekan saya menjawab, 'Karena kamu perempuan'. Kiai tersebut tidak suka 'diperintah' oleh pemimpin perempuan dan merasa posisinya terancam," ungkap Aida.
Dominasi pria di industri ini juga tercermin dari belum adanya perempuan yang menduduki posisi puncak di asosiasi bisnis travel umrah selama 10 tahun terakhir. Aida juga harus menghadapi regulasi yang kompleks dan sering berubah di Arab Saudi. Perubahan regulasi ini juga mempengaruhi penjualan dan menimbulkan keraguan dikalangan pengusaha perempuan.
Tantangan dan Motivasi
Meski demikian, tantangan-tantangan tersebut tidak menyurutkan semangat Aida untuk terus mengembangkan bisnisnya. Baginya, bisnis travel umrah bukan sekadar perjalanan ke luar negeri, tetapi juga wujud tanggung jawab untuk membantu umat Muslim beribadah di Tanah Suci sesuai syariat Islam.
"Saya memandang bisnis ini sebagai ibadah. Saya ingin mempermudah orang lain untuk beribadah, bukan hanya mencari keuntungan semata," katanya.
Setiap perjalanan ke berbagai negara, termasuk di luar Arab Saudi, memberikan pengalaman berharga bagi Aida. Kisah-kisah perjalanan tersebut menjadi modal penting untuk membangun kepercayaan dan menarik calon klien. Ia meyakini bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam segala bidang pekerjaan, termasuk menjadi pemimpin perusahaan.
"Kuncinya adalah bagaimana perempuan menempatkan diri sejajar dengan laki-laki, dengan menjunjung tinggi profesionalisme dan kapabilitas sebagai pelaku bisnis," tegasnya.
Menurut Aida, keraguan atau ketidakpercayaan diri seorang perempuan dalam menghadapi budaya maskulinitas menunjukkan bahwa value yang dimilikinya belum cukup kuat. Ia mendorong para perempuan untuk terus mengembangkan diri dan membuktikan kapabilitasnya di dunia bisnis yang didominasi pria.
"Kualitas diri harus terus ditingkatkan. Jika masih ragu, berarti kapabilitas kita belum memadai, karena laki-laki tidak akan menghargai jika value kita tidak setara dengan mereka," pungkasnya.