Malaysia Aviation Group Bidik Peluang Akuisisi Pesawat Boeing di Tengah Perang Dagang AS-China

Malaysia Aviation Group Mengincar Slot Pesawat Boeing yang Dikosongkan Akibat Perang Dagang

Malaysia Aviation Group (MAG) tengah berupaya mempercepat realisasi akuisisi pesawat Boeing. Hal ini dipicu oleh potensi ketersediaan slot pengiriman yang ditinggalkan oleh sejumlah maskapai penerbangan Tiongkok akibat tensi perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang masih berlangsung.

Direktur Pelaksana MAG, Datuk Captain Izham Ismail, mengungkapkan bahwa pihaknya melihat situasi ini sebagai kesempatan emas untuk mengamankan pengiriman pesawat lebih awal dari jadwal yang diharapkan. Meski demikian, persaingan ketat antar maskapai global untuk mendapatkan slot yang tersedia tetap menjadi tantangan.

"MAG sedang berdiskusi dengan Boeing mengenai kemungkinan mengambil alih slot tersebut. Dengan demikian, kita dapat memenuhi jumlah armada lebih cepat," ujar Izham.

Izham menambahkan, bahwa permintaan pesawat Boeing sangat tinggi. "Semua orang menginginkannya, ribuan pihak berminat. Ini adalah arena yang sangat kompetitif, dan kami menyadari tantangan yang ada di depan," imbuhnya.

Dikabarkan, pemerintah Tiongkok telah menginstruksikan maskapai penerbangannya untuk menghentikan pengiriman Boeing sebagai respons terhadap meningkatnya ketegangan perdagangan dengan AS. Akibatnya, pabrikan pesawat asal AS tersebut mulai menerbangkan kembali jet-jet yang sebelumnya ditolak oleh maskapai Tiongkok ke AS.

Strategi Ekspansi Armada dan Kemitraan dengan Air Lease Corporation (ALC)

Izham menjelaskan bahwa pesawat tambahan yang berpotensi diperoleh ini tidak akan menjadi bagian dari pesanan awal MAG sebanyak 25 pesawat, yang terikat dalam perjanjian sewa dengan Air Lease Corporation (ALC). Pesawat dari pesanan ALC dengan Boeing akan dikirimkan ke maskapai Malaysia tersebut secara bertahap mulai tahun 2023 hingga awal 2026.

"Jika kami berhasil memperoleh slot tambahan ini, kami perlu mencari pendanaan di pasar modal," jelas Izham. Ia menekankan bahwa keputusan untuk mengakuisisi pesawat bukanlah hal yang sederhana dan memerlukan pertimbangan yang matang.

"Kita perlu mempertimbangkan posisi pesawat dalam jalur produksi. Apakah masih berupa 'ekor hijau' (belum memiliki pemilik), atau sudah setengah jalan melalui proses produksi? Pertimbangan lain adalah terkait dengan pasokan kursi," lanjutnya.

Izham menambahkan bahwa konfigurasi kabin pesawat, termasuk tata letak akomodasi penumpang (LOPA) seperti pengaturan kursi, toilet, dan dapur, menjadi salah satu pertimbangan utama.

"Secara keseluruhan, kami sangat tertarik dengan pesawat ini, namun ada berbagai aspek lain yang perlu dipertimbangkan dengan cermat," tegas Izham.

Fokus pada Jaringan Regional Asia Pasifik dan Armada Badan Lebar

Sementara itu, Kepala Strategi dan Transformasi Grup MAG, Bryan Foong Chee Yeong, mengungkapkan bahwa perusahaan sedang merumuskan strategi armada yang baru untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat di jaringan regional Asia Pasifik, terutama di kota-kota besar ASEAN.

"Saat ini, kami mengoperasikan Boeing 737 berbadan sempit. Namun, pada tahun 2035, kami membayangkan armada yang lebih berfokus pada pesawat badan lebar," ujarnya.

Foong mencontohkan bahwa rute penerbangan ke kota-kota besar ASEAN sangat padat. "Kami tidak dapat menambah frekuensi penerbangan ke beberapa rute karena keterbatasan kapasitas. Oleh karena itu, kami membutuhkan pesawat yang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas," jelasnya.

Selain itu, MAG juga berencana untuk memperluas atau mengganti armada Airbus A350, dengan target jangka panjang hingga tahun 2043.

Manajemen Keuangan yang Cermat dan Kemitraan dengan Khazanah Nasional Bhd

Kepala Keuangan Grup MAG, Boo Hui Yee, menjelaskan bahwa perusahaan telah menerapkan manajemen keuangan yang sangat hati-hati dalam memanfaatkan suntikan modal sebesar 3,6 miliar dollar AS dari pemegang saham tunggal, Khazanah Nasional Bhd, yang baru menarik 1,3 miliar ringgit hingga saat ini.

"Kami memiliki arus kas positif dan mampu menutupi biaya operasional kami. Hingga Desember tahun lalu, kami masih memiliki sekitar 2,3 miliar ringgit tanpa penarikan. Kami tidak ingin menarik lebih banyak kas dan menyebabkan saldo negatif," kata Boo.

Boo menambahkan bahwa berdasarkan perjanjian restrukturisasi, Khazanah seharusnya menyuntikkan dana sebesar 3,6 miliar ringgit tahun ini, namun MAG belum membutuhkan dana tersebut. Pihaknya sedang bernegosiasi dengan lessor untuk memperpanjang jangka waktu hingga 2026 atau 2027.

Mengurangi Ketergantungan pada Sewa Operasi

Izham juga mengungkapkan rencana untuk mengurangi ketergantungan pada sewa operasi dengan mengakuisisi lebih banyak pesawat secara langsung.

Saat ini, sekitar 80 persen armada MAG adalah pesawat sewaan. Tujuan grup adalah untuk mencapai keseimbangan armada dengan 50 persen dimiliki dan 50 persen disewa.

"Pesawat yang disewa memiliki biaya akhir sewa (EOL). Kami harus mengembalikannya dalam kondisi hampir baru, yang bisa sangat mahal. Kepemilikan pesawat membantu mengurangi biaya jangka panjang," pungkas Izham.