Investasi Raksasa BYD di Subang Terhambat, Pemerintah Diminta Bertindak Tegas
Gangguan Ormas Ancam Investasi BYD di Subang
Pembangunan pabrik mobil listrik BYD di Subang, Jawa Barat, yang digadang-gadang akan menjadi fasilitas produksi terbesar di ASEAN, dilaporkan menghadapi kendala serius. Aksi premanisme dan gangguan dari organisasi masyarakat (ormas) menjadi penghambat kelancaran proyek investasi senilai Rp 11,7 triliun tersebut.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelumnya mengumumkan bahwa pabrik BYD di Indonesia memiliki potensi untuk menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Proyek ini dimulai dengan lahan seluas 108 hektare dan kemudian diperluas menjadi 126 hektare. BYD menargetkan penyelesaian pembangunan pabrik dan memulai produksi komersial pada awal 2026.
Liu Xueliang, General Manager BYD Asia-Pacific, menyatakan bahwa dengan dukungan pemerintah, pembangunan pabrik di Indonesia dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pembangunan pabrik serupa di China dan Thailand, yang memakan waktu 10-16 bulan. BYD Indonesia berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 150.000 unit per tahun dan memperluas fasilitas produksi untuk baterai dan kendaraan Plug-In Hybrid Electric Vehicle (PHEV) premium.
Penambahan kapasitas produksi ini juga akan berdampak signifikan pada penyerapan tenaga kerja. BYD memperkirakan akan menambah jumlah karyawan dari 8.700 menjadi 18.814 orang. Pabrik ini dibangun di kawasan Fase 2 Subang Smartpolitan, yang terintegrasi dengan infrastruktur strategis nasional, termasuk akses mudah ke Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), Jalan Tol Akses Patimban, Bandara Internasional Kertajati, dan Jalan Tol Trans Jawa.
Pemerintah Diminta Ambil Tindakan Tegas
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan bahwa gangguan dari ormas dan aksi premanisme telah menghambat pembangunan pabrik BYD. Informasi ini diperolehnya saat kunjungan ke Shenzhen, China. Ia menekankan pentingnya jaminan keamanan bagi investor yang masuk ke Indonesia dan meminta pemerintah untuk bertindak tegas dalam menangani masalah ini.
"Jangan sampai kemudian investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan keamanan," tegas Eddy Soeparno.
Meski demikian, Head of PR & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, Luther Panjaitan, belum memberikan tanggapan terkait isu ini.
Ekspansi BYD di Asia Tenggara
Indonesia bukan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menjadi basis produksi BYD. Perusahaan otomotif asal Tiongkok ini telah memiliki pabrik di Rayong, Thailand, yang meliputi area seluas lebih dari 948.000 meter persegi. Pabrik ini memiliki empat tahap produksi, yaitu penempaan, pengelasan, pengecatan, dan perakitan, dengan kapasitas produksi tahunan maksimum 150.000 unit. Pabrik di Thailand ini memproduksi berbagai model BYD, termasuk Dolphin, Atto 3, Seal, dan Sealion 6, serta komponen-komponen utama seperti baterai dan sistem transmisi daya.
Investasi BYD di Indonesia menunjukkan komitmen perusahaan untuk memperluas kehadirannya di pasar Asia Tenggara. Namun, gangguan dari ormas dan aksi premanisme dapat mengancam iklim investasi dan menghambat realisasi potensi ekonomi dari proyek ini. Tindakan tegas dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk memastikan kelancaran pembangunan pabrik BYD dan menarik lebih banyak investasi ke Indonesia.