Pengadilan Izinkan Pengacara Ronald Tannur Berobat, Hakim Tegaskan Transparansi
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mengabulkan permohonan izin berobat bagi Lisa Rachmat, pengacara yang terlibat dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara Ronald Tannur. Penetapan ini dibacakan pada Senin, 21 April 2025, dengan izin pemeriksaan kesehatan dijadwalkan pada hari Selasa, 22 April 2025, di Rumah Sakit Gading Pluit Jakarta Utara.
Sidang yang dipimpin oleh hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menekankan bahwa izin berobat diberikan atas dasar kemanusiaan. Majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jakarta Pusat untuk melakukan pengawalan selama proses pemeriksaan dan perawatan Lisa Rachmat. Penegasan ini disampaikan untuk menghindari penyalahgunaan izin dan memastikan kelancaran proses persidangan.
"Kami sampaikan dalam hal ini kepada terdakwa Lisa bahwa kami tidak ada menerima apapun terkait dengan penetapan ini. Jangan mencoba-coba memberikan sesuatu, baik kepada Majelis atau siapapun yang mengatasnamakan Majelis. Ini murni dari kemanusiaan," ujar hakim Rosihan Juhriah Rangkuti dalam persidangan.
Kuasa hukum Lisa Rachmat sempat menyampaikan adanya kesalahan administrasi terkait wilayah hukum kejaksaan yang menangani perkara ini. Hakim ketua langsung merespons dengan menyatakan akan memperbaiki kesalahan tersebut.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Zarof Ricar, terdakwa lain dalam kasus berbeda, juga menyampaikan niat untuk mengajukan permohonan izin berobat. Hakim mempersilakan pengajuan tersebut, dengan mengingatkan bahwa pemberian izin didasari pertimbangan kemanusiaan dan tidak ada kepentingan lain yang mendasarinya. Hal ini dilakukan demi kelancaran proses persidangan yang sedang berjalan.
Kasus ini bermula dari dakwaan terhadap Meirizka Widjaja, ibu dari Ronald Tannur, yang diduga memberikan suap kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya melalui Lisa Rachmat agar anaknya divonis bebas dalam kasus tewasnya Dini Sera. Nilai suap yang diberikan mencapai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (sekitar Rp 3,6 miliar). Tiga hakim PN Surabaya yang menerima suap, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, juga telah ditetapkan sebagai terdakwa.
Selain kasus suap, Zarof Ricar juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 915 miliar dan 51 kg emas selama menjabat sebagai pejabat Mahkamah Agung. Ia juga diduga terlibat dalam praktik makelar kasus dalam vonis bebas Ronald Tannur. Sementara itu, Ronald Tannur sendiri telah divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi dan sedang menjalani masa hukumannya.