Terdakwa Kasus Produksi Narkoba di Malang Ajukan Permohonan Keringanan Hukuman

Delapan terdakwa yang terlibat dalam kasus produksi narkoba di Malang, Jawa Timur, mengajukan permohonan keringanan hukuman saat sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Malang pada Senin, 21 April 2025. Para terdakwa, yang terancam hukuman penjara seumur hidup hingga hukuman mati, menyampaikan pembelaan di hadapan majelis hakim.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut tiga terdakwa, Irwansyah (25), Hakiki Afif (21), dan Raynaldo Ramadhan (23), dengan pasal berlapis yang meliputi pasal 114 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) juncto pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Narkotika, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup. Sementara itu, lima terdakwa lainnya, Yudhi Cahaya Nugraha (23), Febriansah Pasundan (21), Muhamad Dandi Aditya (24), Ariel Rizky Alatas (21), dan Slamet Saputra (28), dijerat dengan pasal yang sama ditambah pasal 113 ayat (2), yang berpotensi meningkatkan ancaman hukuman.

Tuntutan terberat, yakni hukuman mati, diajukan terhadap Yudhi Cahaya Nugraha atas perannya yang dianggap sentral dalam merekrut anggota lain untuk bekerja di pabrik narkoba ilegal tersebut. Empat terdakwa lainnya menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup.

Suudi, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, menyatakan bahwa pihaknya telah mendengar pengakuan bersalah dan penyesalan yang diungkapkan oleh para terdakwa. Meskipun demikian, JPU menegaskan tetap berpegang pada tuntutan yang telah dibacakan sebelumnya. "Kami, sebagai penuntut umum, menyatakan tetap pada tuntutan awal. Sikap kami selanjutnya adalah menunggu keputusan dari majelis hakim dan akan melaporkan perkembangan ini kepada pimpinan secara berjenjang," ujar Suudi.

Guntur Abdi Wijaya, penasihat hukum para terdakwa, menyatakan bahwa pembelaan yang diajukan bukan tanpa dasar. Menurutnya, tuntutan hukuman mati dan seumur hidup dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan dan kemanusiaan, baik bagi para terdakwa maupun keluarga mereka. Guntur menyoroti bahwa beberapa terdakwa adalah tulang punggung keluarga dan memiliki anak kecil yang masih membutuhkan perhatian.

Lebih lanjut, Guntur mengklaim bahwa para terdakwa hanyalah korban dari jaringan narkoba yang lebih besar, dengan dua pelaku yang masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), yaitu Ken dan Koko, yang berperan sebagai pemodal utama. "Para terdakwa direkrut dan dipekerjakan tanpa mengetahui secara pasti apa yang mereka racik atas perintah atasan. Mereka tidak menyadari bahwa bahan-bahan tersebut adalah tembakau sintetis atau ganja gorilla," jelas Guntur.

Selain itu, tim pembela hukum juga menekankan bahwa para terdakwa belum pernah terlibat dalam tindak pidana narkotika sebelumnya. Mereka juga dinilai kooperatif dan tidak berbelit-belit selama proses hukum berlangsung. "Mereka mengakui kesalahan masing-masing dan menyampaikan pembelaan sesuai dengan peran masing-masing. Semua disampaikan apa adanya dan diserahkan kepada hakim," imbuh Guntur.

Terdakwa Yudhi, yang terancam hukuman mati, menyampaikan penyesalan mendalam atas perbuatannya dan mengakui kekeliruannya dalam merekrut orang lain untuk terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut. Guntur juga menambahkan bahwa para terdakwa berada dalam tekanan dan ancaman. "Mereka berada dalam situasi sulit. Jika tidak keluar dari pekerjaan tersebut, mereka terancam. Namun, jika keluar, mereka juga menunggu konsekuensi yang berat," pungkasnya.

Berikut adalah beberapa poin penting yang diangkat dalam pembelaan para terdakwa:

  • Para terdakwa hanyalah korban dari jaringan narkoba yang lebih besar.
  • Para terdakwa tidak mengetahui secara pasti jenis narkoba yang mereka produksi.
  • Para terdakwa belum pernah terlibat dalam tindak pidana narkotika sebelumnya.
  • Para terdakwa kooperatif selama proses hukum berlangsung.
  • Para terdakwa menyesali perbuatan mereka dan meminta maaf kepada keluarga dan masyarakat.