Kejaksaan Agung Jerat Tiga Tersangka dalam Kasus Dugaan Obstuksi Penegakan Hukum

Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memperluas cakupan penegakan hukum dengan menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus dugaan perintangan penyidikan. Penetapan ini terkait dengan penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Pengumuman resmi disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam dan korelasi dengan alat bukti yang telah dikumpulkan selama proses penyidikan, tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan tiga individu sebagai tersangka," ungkap Abdul Qohar.

Ketiga tersangka yang diumumkan adalah:

  • Marcela Santoso (MS), seorang advokat yang diduga terlibat dalam upaya menghalangi proses hukum.
  • Junaedi Saibih (JS), seorang dosen sekaligus advokat yang turut serta dalam tindakan obstruktif.
  • Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan JAK TV, yang diduga memiliki peran dalam menghambat penanganan perkara melalui media.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Terdapat indikasi kuat adanya permufakatan jahat yang dilakukan oleh MS, JS, dan TB untuk secara sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan proses penegakan hukum terkait kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Pertamina dan kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula yang melibatkan Tom Lembong. Tindakan ini dilakukan baik dalam tahap penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan," tegas Abdul Qohar.

Kasus ini menambah daftar panjang upaya penegakan hukum yang dilakukan Kejagung dalam memberantas praktik korupsi dan segala bentuk intervensi yang menghambat proses peradilan. Sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus suap penanganan perkara minyak goreng (migor), yang melibatkan oknum hakim, panitera, dan pengacara.

Sebagai informasi tambahan, kasus korupsi migor sebelumnya menyeret beberapa nama:

  • Muhammad Arif Nuryanto (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
  • Djuyamto (DJU), ketua majelis hakim
  • Agam Syarif Baharudin (ASB), anggota majelis hakim
  • Ali Muhtarom (AM), anggota majelis hakim
  • Wahyu Gunawan (WG), panitera
  • Marcella Santoso (MS), pengacara
  • Ariyanto Bakri (AR), pengacara
  • Muhammad Syafei (MSY), perwakilan dari Wilmar Group

Dalam kasus migor tersebut, tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Majelis hakim saat itu memberikan putusan ontslag, yang menyatakan bahwa perbuatan ketiga korporasi tersebut bukanlah tindak pidana.

Namun, dari hasil penyelidikan lebih lanjut, ditemukan indikasi suap di balik putusan tersebut. Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus), diduga memiliki peran dalam penunjukan hakim yang mengadili perkara tersebut. Diduga terjadi praktik kongkalikong antara pihak Marcella-Ariyanto dengan Muhammad Arif Nuryanto, dengan aliran dana suap mencapai Rp 60 miliar yang mengalir ke Arif Nuryanto dan sebagiannya dialirkan ke tiga majelis hakim. Wahyu Gunawan, selaku panitera, diduga menjadi perantara suap dalam kasus tersebut.