Erosi Demokrasi di Amerika Serikat: Tantangan terhadap Hukum dan Kebebasan Pers di Bawah Pemerintahan Trump

Gelombang turbulensi politik melanda Amerika Serikat dalam tiga bulan terakhir sejak Presiden Donald Trump kembali menjabat. Gejolak ini menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang kesehatan demokrasi Amerika, dengan berbagai pihak menyoroti potensi erosi pilar-pilar fundamentalnya.

Brookings Institute, sebuah lembaga think tank terkemuka di Washington, telah memperingatkan tentang "retakan berbahaya" yang muncul dalam sistem demokrasi AS. Serangan terhadap prinsip-prinsip ini terjadi di berbagai tingkatan, menguji ketahanan aturan hukum dan kebebasan sipil.

Tantangan terhadap Supremasi Hukum

Salah satu landasan utama demokrasi Barat adalah supremasi hukum dan kepatuhan terhadap perintah pengadilan. Namun, prinsip ini tampaknya semakin terancam di Amerika Serikat. Pemerintahan Trump telah berulang kali mengabaikan putusan pengadilan, termasuk dalam kasus deportasi yang kontroversial.

Kasus Kilmar Abrego Garcia, yang dideportasi secara keliru ke penjara keamanan maksimum CECOT di El Salvador, menjadi simbol dari masalah ini. Meskipun Mahkamah Agung AS telah memerintahkan pemerintah untuk memulangkan Garcia segera, perintah tersebut belum dipatuhi. Hakim Federal Paula Xinis secara terbuka mengkritik kurangnya tindakan, dengan menyatakan, "Sejauh ini belum ada tindakan."

Lebih lanjut, hakim yang menentang kebijakan pemerintahan Trump, seperti James Boasberg, telah menjadi sasaran cemoohan publik dan ancaman pemakzulan. Presiden Trump bahkan mempertimbangkan untuk mengganti Boasberg dengan hakim yang lebih bersimpati pada agendanya. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang independensi peradilan dan potensi campur tangan politik dalam sistem hukum.

Selain itu, Departemen Kehakiman dituduh digunakan untuk menekan para pengkritik pemerintahan. Pada awal masa jabatannya, Trump memecat atau memindahkan sejumlah karyawan yang terlibat dalam penyelidikan yang melibatkan dirinya. Ia juga memberikan pengampunan kepada hampir semua orang yang dihukum karena menyerbu Capitol pada 6 Januari 2021, dan mengisi Kementerian Kehakiman dengan loyalis partai seperti Pam Bondi.

Pembatasan Kebebasan Pers

Kebebasan pers, pilar penting lainnya dari demokrasi, juga berada di bawah tekanan. Presiden Trump telah lama bersikap kritis terhadap pemberitaan media yang tidak menguntungkannya, dengan menyebut outlet berita besar seperti CNN dan MSNBC sebagai "korup dan ilegal." Ia menuduh mereka membuat laporan negatif tentang dirinya dan bertindak sebagai "lengan politik Partai Demokrat." Selama kampanye pemilu, Trump bahkan mengancam akan mencabut izin penyiaran media yang tidak disukainya.

Pemerintahan Trump telah menghentikan pendanaan untuk media internasional AS seperti Voice of America (VoA) dan Radio Liberty, yang terancam ditutup. Akreditasi kantor berita AP untuk ruang pers Gedung Putih juga dicabut karena menolak menyebut Teluk Meksiko sebagai "Teluk Amerika," seperti yang diminta Trump. Meskipun pengadilan menyatakan tindakan ini tidak dapat diterima, pemerintah AS mengabaikannya, dan wartawan AP tetap dilarang memasuki Gedung Putih. Selain AP, kantor berita Bloomberg dan Reuters juga tidak lagi memiliki jaminan tempat pada konferensi pers di Gedung Putih.

Restrukturisasi Aparatur Negara

Upaya restrukturisasi aparatur negara yang dilakukan oleh pemerintahan Trump juga menimbulkan kekhawatiran. Pemangkasan besar-besaran terjadi di berbagai bidang, termasuk perpajakan, lingkungan hidup, kesehatan, Pentagon, dan kementerian lainnya. Regulasi lingkungan dikurangi, dan pengeluaran sosial dan kesehatan dipotong secara drastis. Badan bantuan pembangunan USAID dan lembaga-lembaga lain juga terkena dampak pembekuan.

Terdapat pula tuduhan bahwa petugas Trump menggunakan kecerdasan buatan untuk memata-matai pejabat pemerintah. Setidaknya satu lembaga federal dikatakan telah memantau komunikasi internal untuk menyaring dan memecat pegawai yang membuat pernyataan yang dianggap merugikan Trump. Kebijakan ini dikritik sebagai "pembersihan politik" terhadap aparatur negara.