Zuckerberg Ungkap TikTok Sebagai Tantangan Serius Bagi Dominasi Meta

Dalam persidangan antimonopoli yang digelar oleh Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat, CEO Meta, Mark Zuckerberg, memberikan pernyataan mengejutkan mengenai rivalitas bisnis perusahaannya dengan TikTok. Zuckerberg mengakui secara terbuka bahwa platform video pendek milik ByteDance tersebut telah menjadi ancaman signifikan bagi Meta, perusahaan induk dari Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Zuckerberg menjelaskan bahwa popularitas TikTok yang meroket sejak tahun 2018 telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan yang drastis bagi Meta. Ia bahkan menyebut TikTok sebagai "ancaman persaingan yang sangat mendesak" dan prioritas utama perusahaan dalam beberapa tahun terakhir. Pengakuan ini menggarisbawahi dampak besar TikTok terhadap lanskap media sosial dan pergeseran preferensi pengguna terhadap konten video pendek.

Menurut berbagai laporan, kemampuan TikTok dalam menarik perhatian pengguna dan mengubah cara mereka mengonsumsi konten menjadi keunggulan kompetitif yang sulit ditandingi. Algoritma TikTok yang canggih mampu melacak minat dan preferensi pengguna secara detail, sehingga menghasilkan pengalaman yang sangat personal dan adiktif. Hal ini sangat kontras dengan model linimasa tradisional atau interaksi berbasis obrolan yang selama ini menjadi ciri khas Facebook dan Instagram.

Menanggapi ancaman TikTok, Meta meluncurkan fitur Reels di Instagram pada tahun 2020, yang meniru format video pendek yang populer. Namun, Zuckerberg mengakui bahwa Reels belum sepenuhnya berhasil menyaingi dominasi TikTok. Ia juga menyoroti pergeseran fungsi media sosial, yang kini lebih banyak digunakan sebagai mesin penemuan konten daripada wadah untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga.

"Aplikasi-aplikasi tersebut kini berfungsi terutama sebagai mesin pencari. Orang-orang dapat mengambil konten tersebut ke mesin perpesanan," ujar Zuckerberg.

Langkah-langkah Meta dalam Menghadapi Persaingan

Tiktok menjelma menjadi kekuatan besar di pasar global setelah ByteDance mengakuisisi Musical.ly pada tahun 2017 dan menggabungkannya ke TikTok setahun kemudian. Menyusul kesuksesan Tiktok, Meta (yang kala itu masih bernama Facebook), menghentikan pelaporan jumlah pengguna Facebook dalam laporan triwulanannya. Perusahaan beralih menggunakan metrik “keluarga aplikasi” (family app) yang mencakup Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Keputusan ini ditafsirkan sebagai langkah untuk menutupi perlambatan pertumbuhan Facebook di tengah meroketnya popularitas TikTok, menjadi indikasi bahwa aplikasi andalan Meta mengalami stagnasi pertumbuhan.

Zuckerberg juga mengindikasikan bahwa Meta berupaya kembali pada fungsi dasar Facebook sebagai jejaring sosial berbasis pertemanan. Salah satu inisiatifnya adalah dengan meluncurkan tab Teman yang diperbarui, yang bertujuan untuk memperkuat koneksi antar pengguna dengan menampilkan permintaan pertemanan terbaru dan aktivitas teman di aplikasi. Zuckerberg menyampaikan kepada para investor bahwa target "kembali ke Facebook yang asli" menjadi tujuan utama perusahaan pada tahun 2025.

Menarik untuk dicermati bagaimana persaingan antara Meta dan TikTok akan terus berkembang di masa depan. Upaya Meta untuk beradaptasi dengan perubahan perilaku pengguna dan memperkuat kembali fondasi jejaring sosialnya akan menjadi kunci untuk mempertahankan posisinya di tengah dominasi TikTok yang semakin meningkat.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • TikTok menjadi ancaman serius bagi Meta.
  • Pertumbuhan Meta melambat akibat popularitas TikTok.
  • Meta meluncurkan Reels sebagai respons terhadap TikTok.
  • Pengguna media sosial kini lebih fokus pada penemuan konten.
  • Meta berupaya kembali ke fungsi awal Facebook sebagai jejaring sosial.

Jika Komisi Perdagangan Federal (FTC) memenangkan gugatan Antimonopoli, Meta kemungkinan besar harus melepaskan WhatsApp atau Instagram dan menjadikannya dua perusahaan terpisah.