Ketua DPRD Kota Banjar Dijebloskan ke Penjara Terkait Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan

Kasus dugaan korupsi tunjangan yang melibatkan Ketua DPRD Kota Banjar, DRK, memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri Kota Banjar, Jawa Barat, resmi menahan DRK dan menjebloskannya ke Rutan Kelas 1 Bandung pada Senin (21/4/2025). Penahanan ini dilakukan setelah DRK ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (16/4/2025) lalu.

Kepala Kejaksaan Negeri Banjar, Sri Haryanto, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah melalui proses ekspos yang mendalam pada Senin (14/4/2025). "Setelah ekspos, semua pihak sepakat dan dituangkan dalam penetapan tersangka pada tanggal 16 April 2025," ujarnya.

Kasipidsus Kejaksaan Negeri Kota Banjar, Gede Maulana, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari informasi masyarakat mengenai besaran tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan serta anggota DPRD Kota Banjar. Diduga, kenaikan nilai tunjangan tersebut tidak sesuai dengan standar yang berlaku di Kota Banjar. "Dugaan ini terkait dengan ketidakpatutan terhadap asas-asas pemberian tunjangan perumahan dan transportasi, seperti asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, dan standar harga yang berlaku di daerah," jelas Maulana.

Pihak kejaksaan kemudian melakukan serangkaian tindakan investigasi, termasuk pengumpulan data dan keterangan, observasi lapangan, serta mempelajari peraturan terkait mekanisme dan proses penentuan nilai kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi. Dari hasil investigasi tersebut, ditemukan indikasi adanya perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan daerah atau negara.

Kejaksaan kemudian meningkatkan penanganan kasus ini ke tahap penyelidikan dan penyidikan. Penyidik mengumpulkan alat bukti dengan memeriksa saksi-saksi dan menyita dokumen terkait. Hasil dari alat bukti permulaan yang dikumpulkan kemudian diserahkan kepada Inspektorat Kota Banjar untuk menghitung kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh peristiwa ini.

Pada bulan Februari 2025, Inspektorat Kota Banjar menerbitkan hasil penghitungan kerugian keuangan negara dalam proses penentuan nilai besaran tunjangan perumahan dan transportasi dalam pengelolaan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Banjar periode 2017-2021. Hasilnya, ditemukan kerugian negara mencapai Rp 3,5 miliar.

Maulana menjelaskan, dari hasil pemeriksaan barang bukti, ditemukan modus operandi berupa penyalahgunaan kewenangan atau tidak melakukan kewenangan yang seharusnya dilakukan tersangka sebagai pimpinan DPRD. Seharusnya, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, DRK memiliki fungsi anggaran, pengawasan terhadap berbagai aturan daerah, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan keuangan pemerintah daerah. Namun, fungsi-fungsi tersebut tidak dijalankan.

"Itu tidak dilakukan karena memang ada mens rea (niat batin pelaku perbuatan pidana) dan actus reus (perbuatan melawan hukum). Ada keinginan dengan niat untuk menaikkan jumlah tunjangan yang akan didapat dengan cara atau prosedur yang ternyata ada perbuatan melawan hukum," jelas Maulana.

Modus lainnya adalah DRK, sebagai pengguna anggaran, tidak melaksanakan kewenangannya dalam mengendalikan anggaran di OPD tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum dalam proses usulan anggaran dan berakibat pada kerugian keuangan negara.

Kerugian negara sebesar Rp 3,5 miliar tersebut merupakan hasil penghitungan auditor Inspektorat Kota Banjar yang mencakup periode 2017 hingga 2021. Inspektorat Kota Banjar menjelaskan bahwa nilai kerugian tersebut merupakan akumulasi dari seluruh penerima tunjangan, termasuk semua anggota dewan dan pimpinan, bukan hanya DRK selaku ketua DPRD.

Inspektur Kota Banjar, Agus Muslih, mengkonfirmasi bahwa angka Rp 3,5 miliar tersebut merupakan penerimaan tunjangan seluruh anggota DPRD periode 2017-2021. Namun, rincian jumlah tunjangan per individu tidak diungkapkan.