KPK Intensifkan Penyelidikan Dana Hibah Jatim, La Nyalla Akan Diperiksa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi terkait dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur (Jatim) tahun 2021-2022. Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK berencana memanggil mantan Ketua DPD RI periode 2019-2024, La Nyalla Mattalitti, untuk dimintai keterangan.
"Tentu (akan dipanggil dalam waktu dekat). Karena harus dikonfirmasi," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, pada Selasa (22/4/2025). Asep menjelaskan bahwa pemanggilan La Nyalla bertujuan untuk mengkonfirmasi temuan-temuan yang didapatkan selama penggeledahan di kediamannya beberapa waktu lalu. "Kita melakukan penggeledahan di tempat beliau, ditempat yang bersangkutan, barang-barangnya ada yang tentu kita harus konfirmasi," imbuhnya.
Menanggapi bantahan yang disampaikan oleh La Nyalla terkait penggeledahan tersebut, Asep Guntur menyatakan bahwa KPK menghormati hak setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa KPK akan tetap memanggil La Nyalla untuk dimintai keterangan lebih lanjut. "Ya, nggak apa-apa. Nggak apa-apa. Mungkin juga, benar juga nggak apa-apa. Nanti kan kita panggil. Kita panggil," tegasnya.
Sebelumnya, tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di rumah La Nyalla yang berlokasi di Surabaya pada Senin (15/4). Selain kediaman La Nyalla, KPK juga menggeledah enam lokasi lainnya yang terkait dengan kasus dugaan korupsi dana hibah pokmas dari APBD Provinsi Jatim tahun 2021-2022.
Kasus ini bermula dari penyelidikan terkait pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022. Dalam perkembangannya, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan dari kasus yang sebelumnya menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.
Dari 21 tersangka tersebut, empat di antaranya merupakan penerima suap yang berstatus sebagai penyelenggara negara, sementara 17 tersangka lainnya adalah pemberi suap. KPK mengidentifikasi bahwa 15 dari 17 tersangka pemberi suap berasal dari pihak swasta, sedangkan dua lainnya juga merupakan penyelenggara negara.
Dugaan korupsi dana hibah di Jawa Timur ini menjadi sorotan tajam, mengingat besarnya anggaran yang dikelola dan dampaknya terhadap masyarakat. KPK berkomitmen untuk terus mengusut tuntas kasus ini hingga semua pihak yang terlibat dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku.