Kasus Korupsi Smelter Timah: Hukuman GM Operasional Diperberat Menjadi 10 Tahun Penjara
Kasus Korupsi Smelter Timah: Hukuman Diperberat Menjadi 10 Tahun
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Achmad Albani, General Manager Operasional CV Venus Inti Perkasa (VIP). Vonis ini merupakan peningkatan hukuman dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebelumnya yang hanya menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara. Putusan tersebut dibacakan pada 20 Februari 2025 oleh Ketua Majelis Hakim PT Jakarta, Barita Lumban Gaol, dengan hakim anggota Efran Basuning dan Tahsin. Albani, anak buah bos timah Tamron di Koba, Bangka Belitung, terbukti terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah melalui perusahaan smelter swasta milik Tamron. Kasus ini menyoroti praktik korupsi yang terjadi dalam tata niaga timah di Indonesia.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim PT Jakarta menyatakan bahwa perbuatan Albani terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Selain pidana penjara selama 10 tahun, Albani juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 750.000.000. Jika denda tersebut tidak dibayar, masa hukuman penjara akan bertambah enam bulan. Vonis yang sama, yakni 10 tahun penjara, juga dijatuhkan kepada kolega Albani, Hasan Tjhie, Direktur Utama CV VIP. Keduanya dinyatakan bersalah atas keterlibatan mereka dalam skema korupsi yang telah meraup keuntungan triliunan rupiah secara ilegal. Putusan banding ini menandakan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku korupsi di sektor pertambangan, khususnya industri timah.
Kasus ini memiliki implikasi yang luas, tidak hanya bagi pelaku korupsi tetapi juga bagi seluruh industri pertambangan di Indonesia. Putusan Pengadilan Tinggi ini diharapkan dapat menjadi preseden yang memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi serupa. Peningkatan hukuman ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di sektor strategis seperti pertambangan. Transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pertambangan menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. Langkah-langkah untuk memperkuat pengawasan dan regulasi di sektor pertambangan sangat penting untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam nasional dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
-
Rincian Hukuman:
- Achmad Albani: 10 tahun penjara + denda Rp 750.000.000 (jika tidak dibayar, ditambah 6 bulan penjara)
- Hasan Tjhie: 10 tahun penjara
-
Pasal yang Dilanggar: Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP
-
Kronologi Singkat:
- Pengadilan Tipikor: Vonis 5 tahun penjara untuk Albani.
- Banding: Albani mengajukan banding.
- Putusan Banding: Hukuman diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, dan menunjukkan komitmen aparat penegak hukum dalam menindak para pelaku korupsi di sektor pertambangan.