Demam Babi Afrika Melanda Pasuruan: Wabah ASF Sebabkan Kematian Massal Ternak Babi
Demam Babi Afrika Melanda Pasuruan: Wabah ASF Sebabkan Kematian Massal Ternak Babi
Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, tengah dilanda wabah Demam Babi Afrika (ASF) yang mengakibatkan kematian massal ternak babi. Serangan virus mematikan ini telah melumpuhkan peternak lokal, yang kini menghadapi kerugian besar dan keputusasaan. Upaya pencegahan dan pengobatan yang dilakukan peternak, seperti pemberian vitamin dan peningkatan kebersihan kandang, terbukti tidak mampu membendung laju penyebaran virus ASF yang cepat dan mematikan. Sejumlah desa di Kecamatan Tosari, seperti Desa Sedaeng dan Desa Wonokitri, menjadi area terdampak terparah.
Di Desa Sedaeng, Kepala Desa Abdul Hadi melaporkan penurunan populasi babi yang drastis. Dari 500 ekor babi, kini hanya tersisa 50 ekor, dan sebagian besar adalah anak babi. Tingginya angka kematian, satu hingga dua ekor babi per hari, telah membuat warga setempat merasa pasrah. Jarak kandang babi yang jauh dari pemukiman warga juga menyulitkan pengawasan dan pelaporan kematian ternak. "Warga sudah mulai malas melapor," ungkap Hadi. "Kalau mati langsung dikubur karena letak kandang yang jauh." Kondisi serupa juga dialami Desa Wonokitri, dengan sekitar 70 ekor babi mati dari total 200 ekor sebelumnya. Upaya pengendalian yang dilakukan warga, seperti pengasapan di sekitar kandang, terbukti tidak efektif dan sulit diterapkan secara merata karena perbedaan bentuk kandang.
Pemerintah Kabupaten Pasuruan melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengakui kesulitan dalam mengendalikan wabah ini. Kepala Dinas, drh. Ainur Alfiah, menjelaskan bahwa vaksin untuk ASF belum tersedia. Pihaknya sebelumnya berupaya dengan memberikan vitamin dan pengobatan pada babi yang sakit, namun langkah tersebut terbukti belum cukup efektif. Lebih lanjut, Alfiah juga menyatakan bahwa laporan kematian babi dari warga semakin berkurang, meskipun timnya tetap melakukan peninjauan berkala ke daerah terdampak. Minimnya laporan tersebut dikarenakan warga sudah pasrah dengan kondisi ini.
Data yang dihimpun menunjukkan angka kematian babi yang mengkhawatirkan. Sejak akhir Januari hingga awal Maret 2025, tercatat 79 kematian babi akibat ASF, dan angka ini terus meningkat. Situasi ini mengancam perekonomian peternak lokal dan pasokan daging babi di wilayah tersebut. Perlu upaya kolaboratif antara pemerintah, peternak, dan lembaga terkait untuk mengatasi wabah ini dan meminimalisir dampak ekonomi yang lebih besar di masa mendatang. Langkah-langkah yang lebih komprehensif dan efektif diperlukan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dan melindungi populasi babi yang tersisa.
Langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi wabah ASF: * Peningkatan pengawasan dan pelaporan kasus kematian babi. * Penelitian dan pengembangan vaksin ASF. * Sosialisasi dan edukasi kepada peternak mengenai pencegahan dan pengendalian ASF. * Bantuan dan dukungan pemerintah bagi peternak yang terdampak. * Pemusnahan ternak yang terinfeksi secara aman dan efektif. * Penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ASF. * Pengembangan strategi pengendalian penyakit yang efektif dan terintegrasi.
Wabah ASF di Pasuruan menjadi peringatan serius tentang pentingnya pengawasan kesehatan hewan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah penyakit hewan menular. Perlu upaya bersama untuk melindungi sektor peternakan dan menjamin ketahanan pangan daerah.