Terpidana Korupsi Dana Covid-19 di Nunukan Ajukan Mubahalah yang Ditolak: Kisah di Balik Jeruji Besi
Kasus korupsi dana penanggulangan Covid-19 di RSUD Nunukan, Kalimantan Utara, kembali mencuat ke publik dengan adanya tantangan mubahalah yang diajukan oleh dr. Dulman, salah satu terpidana dalam kasus tersebut. Surat tantangan yang ditujukan kepada Nurhasanah, yang juga terpidana dalam kasus yang sama, sempat beredar luas di media sosial dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Nunukan.
Dr. Dulman, mantan Direktur Utama RSUD Nunukan, melalui suratnya, menyatakan bahwa dirinya merasa difitnah dan terzalimi atas putusan Pengadilan Tipikor Samarinda. Ia kemudian menantang Nurhasanah, mantan Bendahara RSUD Nunukan, untuk melakukan mubahalah sebagai upaya menegakkan kebenaran dan keadilan. Mubahalah sendiri merupakan sebuah prosesi sumpah yang melibatkan kedua belah pihak untuk memohon kepada Allah agar melaknat pihak yang bersalah dalam suatu perselisihan.
Menurut rencana, prosesi mubahalah tersebut akan dilaksanakan di Masjid At Taubah, Lapas Nunukan, tempat kedua terpidana menjalani masa hukuman. Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Nunukan, Subud, membenarkan adanya permintaan mubahalah tersebut. Ia menjelaskan bahwa dr. Dulman sangat menyadari konsekuensi dari mubahalah dan melakukannya demi membela kehormatan dan harga dirinya. Subud juga menegaskan bahwa permintaan mubahalah ini murni merupakan masalah pribadi dan tidak berkaitan dengan masalah hukum.
Namun, tantangan mubahalah tersebut ditolak oleh Nurhasanah. Penolakan ini didasari pada keyakinan bahwa seluruh proses hukum telah berjalan dan masalah tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. Dengan penolakan tersebut, rencana pelaksanaan mubahalah yang dijadwalkan batal.
Kasus korupsi dana Covid-19 yang menjerat dr. Dulman dan Nurhasanah sendiri telah bergulir sejak lama. Keduanya divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Samarinda atas tindakan korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang bersumber dari anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Nunukan.
Investigasi mengungkapkan bahwa dr. Dulman, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bersama dengan Nurhasanah, melakukan serangkaian pelanggaran hukum. Mereka terbukti melakukan duplikasi realisasi belanja atas 73 transaksi yang tidak dibayarkan dan tidak melakukan pembayaran atas 20 transaksi belanja yang telah dicairkan. Dana BLUD RSUD Nunukan pada Tahun Anggaran 2021/2022 tersebut disalahgunakan untuk pinjaman pribadi dan pengeluaran kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,52 miliar. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran, terutama dalam situasi darurat seperti pandemi Covid-19.