Bank Indonesia Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Akibat Tarif Resiprokal AS
Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengumumkan bahwa perkiraan pertumbuhan ekonomi kini berada di bawah 5,1 persen, berbeda dengan proyeksi sebelumnya pada Maret 2025 yang berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen.
Revisi ini dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak signifikan pada kinerja ekspor Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung berasal dari penurunan ekspor ke AS, sementara dampak tidak langsung muncul akibat penurunan permintaan dari mitra dagang utama Indonesia, seperti China, yang juga terpengaruh oleh kebijakan tarif AS.
"Baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung akan menimbulkan suatu risiko," ujar Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/4/2025). Ia menambahkan bahwa ketidakpastian global masih tinggi dan BI akan terus melakukan asesmen terhadap perkembangan situasi ekonomi global dan dampaknya terhadap Indonesia.
Kendati demikian, Perry Warjiyo menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 masih menunjukkan kinerja yang baik. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi motor penggerak ekonomi, didukung oleh keyakinan pelaku ekonomi dan stabilitas pendapatan masyarakat. Selain itu, belanja pemerintah, termasuk pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), bantuan sosial, dan berbagai insentif lainnya, serta peningkatan permintaan musiman selama periode Lebaran, turut berkontribusi pada pertumbuhan konsumsi.
Investasi, terutama di sektor nonbangunan, juga terus menopang pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari peningkatan impor barang modal, khususnya alat-alat berat.
Ekspor nonmigas pada kuartal I 2025 mengalami peningkatan, terutama didorong oleh komoditas manufaktur seperti mesin serta besi dan baja yang diekspor ke negara-negara ASEAN. Namun, BI tetap mewaspadai berbagai dinamika global yang dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia. BI berkomitmen untuk memperkuat dan menyempurnakan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial guna menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
"Kebijakan tarif resiprokal AS dan langkah retaliasi yang ditempuh China dan kemungkinan dari negara lain dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia," tutur Perry Warjiyo.
Senada dengan BI, Dana Moneter Internasional (IMF) juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1 persen menjadi 4,7 persen.