Kejati Babel Selesaikan 84 Kasus Pidana dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

Kejati Babel Selesaikan 84 Kasus Pidana dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Bangka Belitung (Babel) telah menghentikan penuntutan terhadap 84 kasus pidana melalui mekanisme keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) sejak tahun 2020 hingga April 2025. Langkah ini menunjukkan komitmen kejaksaan dalam mewujudkan sistem hukum yang lebih humanis dan berorientasi pada pemulihan.

Kepala Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, Teguh Darmawan, menjelaskan bahwa penerapan RJ merupakan bagian dari upaya kejaksaan untuk menghadirkan keadilan yang tidak hanya fokus pada pemberian hukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Menurutnya, keadilan restoratif menekankan pada perbaikan dan rekonsiliasi, bukan sekadar pembalasan.

"Kami berupaya melakukan pembinaan pasca RJ dengan mengidentifikasi latar belakang mengapa tersangka melakukan tindak pidana," ujar Teguh. Hal ini penting untuk memahami akar permasalahan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan, sehingga dapat dicari solusi yang tepat dan berkelanjutan.

Dari 84 perkara yang diselesaikan melalui RJ, kasus penganiayaan mendominasi dengan 26 perkara (30,95%), diikuti oleh pencurian sebanyak 18 perkara (21,42%), dan penadahan dengan 9 perkara (10,71%). Kasus lain yang juga diselesaikan melalui RJ antara lain kecelakaan lalu lintas, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penggelapan, narkotika, dan penipuan.

Faktor ekonomi menjadi alasan utama yang mendorong pelaku melakukan tindak pidana seperti pencurian, penganiayaan, dan penadahan. Banyak pelaku yang merupakan pengangguran, tidak memiliki pekerjaan tetap, berpenghasilan rendah, dan tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menunjang kehidupan mereka dan keluarga.

Menyadari hal tersebut, Kejati Babel berupaya untuk memberikan solusi dengan memberikan pelatihan dan keterampilan kepada para pelaku, bekerja sama dengan dinas terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, dan Balai Latihan Kerja (BLK). Diharapkan, dengan memiliki keterampilan, para pelaku dapat berwirausaha atau bekerja sesuai dengan keahlian mereka, sehingga dapat memperoleh penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Inisiatif Kejati Babel ini menjadi contoh bagaimana pendekatan keadilan restoratif dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dengan fokus pada pemulihan dan pembinaan, diharapkan para pelaku tidak mengulangi tindak pidana dan dapat kembali berkontribusi secara positif bagi lingkungan mereka. Pendekatan ini juga membantu mengurangi beban sistem peradilan pidana dan memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang melakukan kesalahan.

Selain itu, keberhasilan penerapan RJ di Babel juga menunjukkan pentingnya kerjasama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga sosial, dan masyarakat, dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pemulihan dan reintegrasi sosial para pelaku tindak pidana.