Minimnya Panduan Teknis Picu Penyelewengan Dana BOS, Mendikdasmen Ungkap Akar Permasalahan
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, menyoroti kurangnya sistem pengelolaan yang didukung oleh petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang komprehensif sebagai penyebab utama terjadinya penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pernyataan ini disampaikan di Gedung C1 KPK, Jakarta, pada Kamis (24/4/2025), di mana Mu'ti menekankan pentingnya pengawasan masyarakat yang menyeluruh dalam pengelolaan dana BOS.
Mu'ti mengungkapkan bahwa kelemahan sistem, yang belum dilengkapi dengan juklak dan juknis yang memadai, membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan penyelewengan. Ketiadaan panduan yang jelas mempersulit pelaksanaan yang benar dan menghambat kontrol masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, ia berharap agar tiga program pemerintah yang terkait dengan pemberian dana, khususnya Dana BOS, BOS Kinerja, dan Program Indonesia Pintar (PIP), dapat dilengkapi dengan tuntunan yang lebih operasional dan teknis. Hal ini bertujuan untuk memudahkan sekolah dalam melaksanakan program-program tersebut secara efektif dan efisien.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan temuan yang mengkhawatirkan terkait penggunaan dana BOS. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024, sekitar 12 persen sekolah terindikasi menggunakan dana BOS tidak sesuai dengan peruntukannya. Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menyampaikan data tersebut saat peluncuran SPI Pendidikan di Gedung C1 KPK, Jakarta, pada hari yang sama.
Selain itu, survei juga menemukan bahwa 7 persen sekolah masih melakukan pungutan terkait dana BOS. Praktik nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa atau proyek masih ditemukan di 40 persen sekolah, sementara 47 persen sekolah terindikasi melakukan penggelembungan biaya penggunaan dana lainnya.
SPI Pendidikan 2024 dilaksanakan dalam rentang waktu 22 Agustus 2024 hingga 30 September 2024, melibatkan partisipasi dari 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden yang tersebar di 38 provinsi dan 507 kabupaten/kota. Metode pengumpulan data dilakukan secara online melalui Whatsapp Blast, Email Blast, dan CAWI (Computer-Assisted Web Interview), serta secara hybrid menggunakan CAPI (Computer Assisted Personal Interviewing).