Bank Indonesia Bantah Proyeksi IMF Terkait Defisit Transaksi Berjalan

Bank Indonesia (BI) menyatakan ketidaksepakatannya terhadap proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai defisit transaksi berjalan Indonesia. BI memperkirakan defisit transaksi berjalan pada tahun ini akan terkendali, berada dalam kisaran 0,5 hingga 1,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi ini berbeda dengan perkiraan IMF yang memprediksi defisit Indonesia mencapai 1,5 persen dari PDB pada tahun 2025.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan perbedaan pandangan ini disebabkan oleh perbedaan metodologi analisis yang digunakan oleh kedua lembaga. BI dan IMF memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengevaluasi dampak kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). BI mendasarkan perhitungannya pada pengumuman pemerintah AS pada 9 April 2025, yang menunda penerapan tarif selama 90 hari untuk semua negara kecuali China.

"Kami memperhitungkan pernyataan tanggal 9 April tersebut. Kami menghitung tarif efektifnya berapa dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, Amerika, dan China," ujar Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Bank Indonesia tetap optimis dengan fundamental ekonomi Indonesia dalam menghadapi tekanan eksternal global. Gubernur BI menguraikan tiga alasan utama yang mendasari keyakinan tersebut:

  • Defisit Transaksi Berjalan Terkendali: Menurut BI, defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 0,5 hingga 1,3 persen dari PDB masih dalam kategori aman dan terkendali untuk negara berkembang seperti Indonesia. Batas aman defisit transaksi berjalan adalah di bawah 3 persen.
  • Surplus Transaksi Modal dan Finansial: Defisit transaksi berjalan diperkirakan dapat ditutupi oleh surplus transaksi modal dan finansial. Surplus ini bersumber dari investasi portofolio, investasi langsung asing (FDI), dan aliran dana lainnya, termasuk devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA). BI meyakini kemampuan menutup defisit ini akan menjaga neraca pembayaran tetap surplus. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatatkan surplus yang meningkat dari 3,1 miliar dolar AS pada Februari menjadi 4,3 miliar dolar AS pada Maret 2025.
  • Cadangan Devisa yang Kuat: Posisi cadangan devisa Indonesia dinilai masih kuat. Pada akhir Maret 2025, cadangan devisa tercatat sebesar 157,1 miliar dolar AS. Jumlah ini setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini jauh melampaui standar kecukupan internasional yang hanya mensyaratkan 3 bulan impor.

Dengan mempertimbangkan ketiga faktor tersebut, Bank Indonesia meyakini bahwa ketahanan eksternal ekonomi Indonesia cukup kuat untuk menghadapi gejolak global. Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan ekonomi global, khususnya terkait ketegangan perdagangan antara AS dan China, serta dampaknya terhadap kinerja ekspor Indonesia.