Terungkap di Persidangan: Dugaan Pemerasan Miliaran Rupiah dalam Kasus Harun Masiku Libatkan Oknum Petinggi Negara
Saksi Ungkap Dugaan Pemerasan dalam Kasus Harun Masiku
Sidang kasus dugaan suap terkait pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI yang melibatkan Harun Masiku kembali mengungkap fakta baru. Dalam persidangan yang menghadirkan pengacara PDI-P, Donny Tri Istiqomah, sebagai saksi, terungkap dugaan adanya pemerasan yang dilakukan oleh mantan kader PDI-P, Saeful Bahri, terhadap Harun Masiku.
Donny mengungkapkan bahwa Saeful Bahri diduga mematok tarif hingga Rp 3,5 miliar kepada Harun Masiku untuk pengurusan PAW DPR RI periode 2014-2019. Menurut keterangan Donny di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Saeful menawarkan jasa untuk melobi dan mengantarkan berkas terkait pengurusan Harun Masiku. Saeful bahkan secara terang-terangan menyatakan akan meminta uang kepada Harun untuk keperluan tersebut.
"Saya masih ingat, Rp 1,5 M buat KPU, Rp 1 M buat Sekjen DPR, Rp 1 M buat Sekjen Kemendagri," ucap Donny menirukan perkataan Saeful saat itu. Donny mengaku terkejut mendengar tarif yang diajukan Saeful. Ia kemudian meminta Saeful untuk tidak mematok harga dan menjadikannya sebagai lahan mencari uang.
Peran Oknum di KPU dan Bawaslu Terungkap
Lebih lanjut, Donny juga mengungkapkan bahwa Saeful sempat menginformasikan melalui pesan WhatsApp bahwa Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan, meminta fee sebesar Rp 1 miliar untuk mengurus PAW Harun Masiku. Namun, tanpa sepengetahuan Donny, Saeful ternyata menggunakan mantan anggota Bawaslu RI, Agustiani Tio Fridelina, sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan Wahyu Setiawan.
Kasus ini menyeret Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, yang didakwa melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap terkait upaya menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI PAW periode 2019-2024.
Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama. Sementara pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kasus ini terus bergulir di pengadilan dan membuka tabir dugaan keterlibatan berbagai pihak dalam upaya memuluskan jalan Harun Masiku menjadi anggota DPR RI melalui jalur PAW. Persidangan selanjutnya diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta baru yang lebih mendalam terkait kasus ini.