Polemik 'Iuran Kebersamaan' di Pemkot Semarang Mencuat, Wali Kota Angkat Bicara
Polemik seputar praktik "Iuran Kebersamaan" di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang kembali mencuat ke permukaan. Hal ini terjadi seiring dengan bergulirnya sidang kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, atau yang akrab disapa Mbak Ita.
Isu ini mencuat dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Mbak Ita menerima aliran dana secara rutin dari insentif pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Jumlahnya pun tak main-main, mencapai Rp 300 juta setiap triwulan, selama periode 2022 hingga 2024.
Wali Kota Semarang saat ini, Agustina Wilujeng Pramestuti, memberikan tanggapan terkait isu sensitif ini. Ia mengaku belum menemukan indikasi praktik serupa sejak menjabat sekitar dua bulan lalu. "Saya kok tidak melihat ya adanya tradisi iuran seperti itu. Mungkin memang sudah berhenti sejak kasus korupsi mencuat," ujarnya kepada awak media pada Jumat (25/4/2025).
Agustina menambahkan bahwa pihaknya berencana melakukan penelusuran lebih lanjut ke Bapenda. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah praktik kontroversial tersebut masih berlangsung atau sudah dihentikan sepenuhnya. "Saya dua bulan ini belum mendapatkan informasi (iuran kebersamaan)," imbuhnya.
Menurut Agustina, dana yang berasal dari iuran semacam itu idealnya tidak diperuntukkan bagi pejabat, terlebih lagi pejabat setingkat wali kota. Meskipun demikian, ia tidak mempermasalahkan jika dana iuran digunakan untuk kegiatan sosial yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas. "Kalau diberikan ke pejabat selevel atau di atasnya harus dicegah. Mudah-mudahan memang sudah berhenti," tegasnya.
Agustina juga mengimbau kepada seluruh masyarakat dan aparatur sipil negara (ASN) untuk berani melaporkan jika mengetahui praktik serupa di kemudian hari. "Sebaiknya melapor karena untuk melindungi kita semua dari hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.
Sementara itu, dalam sidang perdana yang digelar pada Senin (21/4/2025), kuasa hukum Mbak Ita dan Alwin Basri, Erna Ratnaningsih, memberikan pembelaan. Ia menyatakan bahwa praktik pemotongan insentif pegawai bukanlah kebijakan yang baru diterapkan. "Bu Ita sebagai Plt Wali Kota itu hanya meneruskan kebijakan dari wali kota lama," jelas Erna kepada wartawan usai sidang.
Erna juga mengungkapkan bahwa dana yang menjadi permasalahan telah dikembalikan jauh sebelum KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan pada Juli 2024. "Uang itu sudah dikembalikan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II kepada Bu Iin (Kepala Bapenda) sejak Desember 2022," terangnya.
Namun, Erna juga memberikan informasi yang cukup mengejutkan. Ia menyebutkan bahwa dana yang telah dikembalikan tersebut justru digunakan untuk kegiatan rekreasi. "Informasinya, uang yang dikembalikan itu sudah dipakai untuk plesir ke Bali," tambahnya.
Dalam sidang yang masih terus bergulir di Pengadilan Tipikor Semarang, Mbak Ita dan Alwin didakwa atas tiga dugaan tindak pidana korupsi. Jaksa menduga total kerugian negara yang ditimbulkan mencapai sekitar Rp 9 miliar, termasuk Rp 3 miliar dari pemotongan insentif pegawai.
Berikut point-point penting yang terdapat dalam berita ini:
- Praktik "Iuran Kebersamaan" di Pemkot Semarang mencuat dalam sidang korupsi Mbak Ita.
- Jaksa mendakwa Mbak Ita menerima dana dari insentif pegawai Bapenda sebesar Rp 300 juta per triwulan.
- Wali Kota Semarang saat ini mengaku belum menemukan praktik serupa dan akan menelusurinya.
- Kuasa hukum Mbak Ita menyebut pemotongan insentif adalah kebijakan lama dan dana telah dikembalikan.
- Dana yang dikembalikan diduga digunakan untuk rekreasi ke Bali.
- Mbak Ita didakwa atas tiga dugaan korupsi dengan total kerugian negara mencapai Rp 9 miliar.