Puluhan Mantan Karyawan di Pekanbaru Berjuang Tebus Ijazah yang Ditahan Perusahaan
Puluhan mantan karyawan sebuah perusahaan tour and travel di Pekanbaru, Riau, kini tengah berjuang untuk mendapatkan kembali ijazah mereka yang ditahan oleh perusahaan tempat mereka bekerja sebelumnya. Penahanan ijazah ini telah menjadi masalah yang berkepanjangan, menghambat para mantan karyawan dalam mencari pekerjaan baru dan meningkatkan taraf hidup mereka.
Salah seorang korban, Ahmad Fadhil (25), mengungkapkan bahwa ijazahnya telah ditahan selama tiga tahun sejak ia berhenti bekerja di perusahaan tersebut pada tahun 2022. Ahmad mengaku hanya bekerja selama tujuh bulan karena merasa tidak tahan dengan tekanan yang ada. Ia juga mengeluhkan gaji yang kecil dan pemotongan yang terus-menerus setiap bulan.
"Saya masuk tahun 2022. Cuma 7 bulan saya kerja. Keluar karena banyak tekanan," ujar Ahmad.
Senada dengan Ahmad, Defri, mantan karyawan lainnya, juga berharap agar pihak berwenang, termasuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), anggota dewan, dan Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker), dapat membantu menyelesaikan masalah ini hingga tuntas. Defri menjelaskan bahwa ia bekerja sebagai sopir ekspedisi di perusahaan tersebut pada masa pandemi Covid-19. Ia terpaksa menerima pekerjaan itu karena sulitnya mencari nafkah di tengah kondisi pandemi.
"Waktu itu kan pandemi Covid-19, susah jadi kerja. Jadi, dapat info ada lowongan, saya masuk dan diterima. Terus diambil ijazah," kata Ahmad.
Ironisnya, meskipun gaji yang diterima tidak seberapa, perusahaan tetap melakukan pemotongan setiap bulan. Setelah tujuh bulan bekerja, Ahmad memutuskan untuk mengundurkan diri. Namun, perusahaan menahan ijazahnya dan meminta uang penalti atau denda yang nilainya setara dengan gaji pokok selama dua tahun kontrak.
Ahmad mengaku tidak sanggup membayar denda tersebut karena kondisi ekonominya yang sulit. Ia bahkan hanya bekerja sebagai sopir mobil pribadi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ahmad juga menyebutkan bahwa salah seorang temannya berhasil menegosiasikan denda dari Rp 5 juta menjadi Rp 2,5 juta agar ijazahnya bisa dikembalikan.
"Kemarin ada kawan yang diminta tebus Rp 5 juta. Tapi, dia minta nego jadi bayar Rp 2,5 juta dan dapat dia ijazahnya," ucap Ahmad.
Ahmad menyesali keputusannya untuk bekerja di perusahaan tersebut karena penahanan ijazahnya telah menyulitkannya dalam mencari pekerjaan baru. Ia merasa ijazah SMK yang ditahan itu sangat penting untuk meningkatkan peluangnya di dunia kerja.
Kasus penahanan ijazah ini mencuat setelah para korban melapor ke anggota DPRD Pekanbaru, Zulkardi. Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan bahkan sempat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan tersebut. Sayangnya, pihak perusahaan terkesan tidak menggubris kedatangan Wamenaker dan rombongan Disnakertrans Riau.
Setelah Wamenaker meninggalkan lokasi, barulah pimpinan perusahaan bersedia bertemu dengan Kepala Disnakertrans Riau dan anggota dewan. Awalnya, ada 12 orang mantan karyawan yang melaporkan ijazah mereka ditahan. Mereka diminta membayar denda antara Rp 5 juta hingga Rp 13 juta untuk bisa mendapatkan kembali ijazah mereka.
Namun, para korban tidak memiliki cukup uang untuk membayar denda tersebut. Akibatnya, mereka kesulitan mencari pekerjaan karena ijazah mereka ditahan. Berdasarkan data terbaru, jumlah mantan karyawan yang ijazahnya ditahan oleh perusahaan mencapai 40 orang.
Media telah berupaya untuk meminta konfirmasi dari pihak perusahaan terkait tudingan penahanan ijazah ini, tetapi tidak ada satu pun pimpinan perusahaan yang bersedia memberikan tanggapan. Dua orang pekerja yang ditemui di lokasi juga mengaku tidak mengetahui persoalan tersebut.