Gaikindo Ungkap Praktik Premanisme Hantui Industri Otomotif Sejak Era Reformasi
Gaikindo Angkat Bicara Soal Ancaman Premanisme di Sektor Industri Otomotif
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan bahwa persoalan premanisme yang mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas) dan mengganggu kelancaran proyek industri, termasuk yang dialami oleh produsen kendaraan listrik BYD, bukanlah fenomena baru. Praktik meresahkan ini, menurut Gaikindo, telah menjadi tantangan bagi industri otomotif nasional sejak tahun 1998.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, mengungkapkan bahwa asosiasi tengah berupaya mencari solusi komprehensif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Tujuannya adalah untuk mencegah terulangnya kejadian serupa yang berpotensi menghambat investasi di Indonesia. Ia menambahkan bahwa Gaikindo dan anggotanya telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menanggulangi masalah ini.
“Kami sudah menyampaikan hal ini, dan memang kejadian seperti ini sudah berlangsung cukup lama, sejak tahun 1998. Saat ini kami sedang dalam proses mencari solusi untuk mengatasinya,” ujar Kukuh.
Selain itu, Gaikindo juga memberikan saran kepada para produsen yang berinvestasi di Indonesia untuk melibatkan masyarakat sekitar dalam proses pembangunan pabrik. Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir potensi kecemburuan sosial dan sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi warga sekitar.
“Penting bagi perusahaan untuk melibatkan warga lokal. Misalnya, jika pabrik berlokasi di Cikarang, tentu tenaga kerja yang direkrut akan berasal dari wilayah tersebut,” jelas Kukuh.
Kasus BYD dan VinFast Jadi Sorotan
Isu premanisme kembali mencuat ke permukaan setelah adanya laporan mengenai gangguan terhadap pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat. Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menyampaikan laporan ini setelah melakukan kunjungan kerja ke Shenzhen, China.
“Ada permasalahan terkait premanisme ormas yang mengganggu pembangunan fasilitas produksi BYD. Pemerintah perlu mengambil tindakan tegas untuk menangani masalah ini,” tulis Eddy melalui akun Instagramnya.
Eddy menekankan bahwa praktik premanisme berpotensi merusak iklim investasi di Indonesia. Investor dapat kehilangan kepercayaan dan memilih untuk mengalihkan investasinya ke negara lain jika tidak ada jaminan keamanan.
Tak hanya BYD, produsen kendaraan listrik asal Vietnam, VinFast, juga dilaporkan mengalami masalah serupa. Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Moeldoko, mengungkapkan bahwa VinFast, yang saat ini tengah membangun pabrik di Subang, Jawa Barat, juga menghadapi gangguan serupa.
Pabrik VinFast di Subang dibangun di atas lahan seluas 170 hektar dengan investasi awal mencapai Rp 3,2 triliun.
“Saya pernah menerima laporan langsung mengenai gangguan yang dialami VinFast. Saya sudah membantu mengkomunikasikan masalah ini dengan pihak-pihak terkait di wilayah tersebut,” kata Moeldoko.