Pedagang Sumenep Keluhkan Harga dan Distribusi Minyakita yang Tak Sesuai HET
Pedagang Sumenep Keluhkan Harga dan Distribusi Minyakita yang Tak Sesuai HET
Para pedagang di Pasar Tradisional Anom, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengeluhkan kesulitan mendapatkan Minyakita dengan harga dan distribusi yang sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Sejumlah pedagang mengaku harus membeli Minyakita dengan harga jauh di atas HET, bahkan terpaksa melakukan pembelian 'bundling' dengan produk minyak goreng merek lain. Kondisi ini diperparah dengan minimnya stok Minyakita di distributor resmi, sementara stok melimpah di jalur distribusi tidak resmi.
Ahmad Arif Tauhidi, seorang pedagang Minyakita di Pasar Anom, mengungkapkan bahwa ia terpaksa membeli Minyakita dengan harga Rp 200.000 hingga Rp 202.000 per kardus dari pemasok tidak resmi. Harga tersebut jauh lebih tinggi dari HET yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 174.000 per kardus atau sekitar Rp 15.700 per liter. Dengan harga beli tersebut, Arif mengaku tidak mungkin menjual Minyakita sesuai HET, karena akan merugi. Ia terpaksa menjualnya dengan harga sekitar Rp 17.000 per liter untuk mendapatkan keuntungan.
Kesulitan mendapatkan Minyakita dari distributor resmi juga menjadi keluhan utama Arif. Meskipun telah melakukan pemesanan berulang kali, ia selalu mendapat jawaban bahwa stok Minyakita sedang kosong. Ironisnya, stok Minyakita justru melimpah di pasar tidak resmi. "Saya sudah order terus ke produsennya, sejak dua bulan lalu, tapi mereka selalu bilang, stoknya habis. Tapi kalau (beli) di luaran, tidak melalui sales resmi, stoknya banyak. Itu anehnya," ujar Arif.
Lebih lanjut, Arif mengungkapkan praktik 'bundling' yang dipaksakan oleh distributor tidak resmi. Pedagang diharuskan membeli produk minyak goreng merek lain untuk mendapatkan Minyakita. Jika menolak, mereka akan kesulitan mendapatkan Minyakita atau akan dikenakan harga yang jauh lebih tinggi. "Lebih parahnya lagi, untuk dapat MinyaKita, pedagang harus bundling dengan minyak merek lain. Jika tidak mau bundling, tidak dapat MinyaKita. Sedangkan barang yang di-bundling itu, minyak merek lain, kurang laku," keluhnya. Praktik ini jelas merugikan pedagang karena memaksa mereka untuk membeli produk yang kurang diminati pasar.
Senada dengan Arif, Zayyana, pedagang Minyakita lainnya di Pasar Anom, juga mengaku membeli Minyakita dengan harga Rp 200.000 per kardus dan menjualnya kembali dengan harga Rp 204.000 per kardus untuk mendapatkan keuntungan. Ia pun berharap dapat menjual Minyakita sesuai HET, namun kesulitan tersebut hingga kini masih dialaminya. Sebelumnya, pedagang eceran di pasar tersebut terpaksa menjual Minyakita seharga Rp 18.500 per liter karena harga beli yang tinggi dan stok yang terbatas.
Kedua pedagang berharap pemerintah dapat melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap produksi dan distribusi Minyakita untuk memastikan harga dan ketersediaan di pasaran sesuai dengan HET. Mereka juga meminta agar praktik 'bundling' dan penjualan di atas HET dapat dihentikan untuk melindungi pedagang kecil dan konsumen.
Daftar permasalahan yang dihadapi pedagang Minyakita di Sumenep:
- Harga beli Minyakita jauh di atas HET.
- Stok Minyakita di distributor resmi selalu kosong.
- Praktik 'bundling' dengan produk lain yang dipaksakan.
- Penjualan Minyakita dengan harga di atas HET di pasar.
- Distribusi Minyakita yang tidak merata dan cenderung dikuasai oleh jalur distribusi tidak resmi.
Para pedagang berharap pemerintah segera turun tangan mengatasi permasalahan ini agar masyarakat dapat mengakses Minyakita dengan harga yang terjangkau dan sesuai HET.