IMF Pesimis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui 5 Persen, Fondasi Ekonomi Jadi Sorotan
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kesulitan menembus angka 5 persen. Proyeksi ini memicu kekhawatiran tentang fondasi ekonomi nasional yang dinilai masih rapuh.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti bahwa target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,2 persen dalam APBN 2025, sulit tercapai. IMF bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,7 persen pada tahun 2025. Dalam jangka panjang, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 5,11 persen pada tahun 2029, jauh dari target ambisius Presiden terpilih Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan 8 persen pada akhir masa jabatannya.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menyatakan bahwa ketidakstabilan proyeksi ini mengindikasikan kelemahan fundamental pertumbuhan ekonomi jangka pendek Indonesia. Ia menyoroti kontribusi investasi yang terus menurun sebagai salah satu faktor utama. Rasio investasi terhadap PDB diperkirakan akan turun dari 31,9 persen menjadi 31,2 persen pada tahun 2025. Padahal, investasi seharusnya menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi, mengingat struktur ekonomi Indonesia sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga.
Rizal menambahkan, ketidakmampuan meningkatkan rasio investasi mencerminkan minimnya efektivitas insentif yang diberikan selama ini, kurangnya reformasi struktural, dan belum optimalnya implementasi hilirisasi serta industrialisasi yang diharapkan dapat menarik investasi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama ini dinilai tidak menciptakan lapangan kerja baru (jobless growth) karena tidak membuka lapangan usaha baru.
Struktur ekonomi Indonesia juga dinilai masih terlalu bergantung pada sektor informal dan padat karya. Kondisi ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran pada tahun 2025, meskipun diperkirakan akan stagnan antara tahun 2026 hingga 2028.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat mencapai 5 persen pada tahun 2025 di tengah ketidakpastian global yang tinggi. Ia mengakui bahwa IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 0,4 persen dari 5,1 persen menjadi 4,7 persen akibat dampak kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). Namun, ia menekankan bahwa koreksi IMF terhadap Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain dengan intensitas perdagangan internasional yang lebih besar, seperti Thailand, Vietnam, Filipina, dan Meksiko.
Meskipun demikian, proyeksi IMF dan analisis Indef memberikan sinyal peringatan tentang tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Perhatian terhadap penguatan fondasi ekonomi, peningkatan investasi, reformasi struktural, dan penciptaan lapangan kerja menjadi krusial untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Beberapa faktor yang menjadi perhatian antara lain:
- Investasi: Penurunan rasio investasi terhadap PDB menunjukkan lemahnya daya tarik investasi dan efektivitas insentif yang diberikan.
- Reformasi Struktural: Kurangnya reformasi struktural menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi.
- Hilirisasi dan Industrialisasi: Implementasi hilirisasi dan industrialisasi belum optimal dalam mendorong investasi dan menciptakan nilai tambah.
- Lapangan Kerja: Pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja baru (jobless growth) menjadi masalah serius.
- Sektor Informal: Ketergantungan yang tinggi pada sektor informal menunjukkan perlunya diversifikasi ekonomi dan peningkatan produktivitas.
Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, Indonesia dapat meningkatkan potensi pertumbuhan ekonominya dan mencapai target-target pembangunan yang lebih ambisius.