Presiden Prabowo Bentuk Satuan Tugas Guna Percepat Negosiasi Tarif dengan Amerika Serikat
Presiden Prabowo Subianto telah memberikan lampu hijau untuk pembentukan tiga satuan tugas (satgas) yang bertujuan mendukung kelancaran perundingan tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang ditetapkan oleh AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan informasi ini setelah melaporkan hasil negosiasi antara delegasi Indonesia dan perwakilan pemerintah AS kepada Presiden Prabowo. Menurut Airlangga, pembentukan satgas ini diharapkan dapat mempercepat proses pengambilan keputusan terkait tarif timbal balik oleh AS.
Ketiga satgas yang disetujui pembentukannya adalah:
- Satgas Perundingan Perdagangan Investasi dan Keamanan Ekonomi: Satgas ini akan fokus pada perundingan terkait perdagangan, investasi, dan keamanan ekonomi antara Indonesia dan AS.
- Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi PHK: Satgas ini bertugas untuk memperluas kesempatan kerja dan mengurangi dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai akibat dari kebijakan tarif.
- Satgas Mengenai Deregulasi Kebijakan: Satgas ini akan melakukan deregulasi kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan menarik investasi.
Selain ketiga satgas tersebut, pemerintah juga berencana untuk membentuk satu satgas tambahan, yaitu Satgas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Perusahaan. Satgas ini bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia dan mempercepat proses perizinan bagi perusahaan.
Langkah ini diambil setelah Presiden AS sebelumnya menetapkan kebijakan tarif resiprokal yang berdampak pada berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan potensi kenaikan tarif impor hingga 32 persen. Meskipun beberapa negara memilih jalur retaliasi, Indonesia memilih untuk bernegosiasi dengan AS. Sebagai hasilnya, AS menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari bagi negara-negara yang tidak melakukan retaliasi, termasuk Indonesia, meskipun tarif dasar universal sebesar 10 persen tetap berlaku.
Dengan pembentukan satgas dan upaya negosiasi yang sedang berlangsung, pemerintah Indonesia berharap dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dengan AS dan meminimalkan dampak negatif dari kebijakan tarif tersebut terhadap perekonomian Indonesia.