PLN Genjot Upaya Penurunan Emisi Melalui Berbagai Strategi Inovatif
PT PLN Nusantara Power (PLN NP) terus berupaya keras untuk mewujudkan komitmen Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang. Berbagai strategi diterapkan secara komprehensif, mulai dari peningkatan efisiensi energi hingga pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Komang Parmita, Direktur Operasi Pembangkit Gas sekaligus Plt Direktur Manajemen Human Capital dan Administrasi PLN Nusantara Power, menjelaskan bahwa efisiensi energi menjadi salah satu prioritas utama. Langkah-langkah efisiensi yang telah dilakukan berhasil menekan emisi karbon dioksida (CO2) hingga 2,1 juta ton.
"Kami mengadopsi prinsip efisiensi energi untuk mengurangi emisi," kata Komang dalam sebuah seminar di Bursa Efek Indonesia.
Selain efisiensi energi, PLN NP juga melakukan EBT-nisasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui program co-firing. Program ini memanfaatkan biomassa sebagai campuran bahan bakar batu bara. Co-firing telah berhasil mengurangi emisi karbon hingga 0,9 juta ton CO2 per tahun.
Penurunan emisi juga dilakukan melalui penerapan metode combine cycle pada proyek pembangkit yang menggunakan siklus gas dan uap. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang menjadi contoh sukses penerapan metode ini.
"Combine cycle ini menghasilkan efisiensi yang sangat baik, mencapai hampir 8,1 juta ton pengurangan emisi," ujar Komang.
PLN juga aktif membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), termasuk PLTS terapung Cirata di Jawa Barat dan PLTS di Ibu Kota Nusantara. Pembangkit-pembangkit ini berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan mampu menurunkan emisi sebesar 17 juta ton CO2 per tahun.
"Jika dibandingkan dengan business as usual, target penurunan emisi PLN secara keseluruhan tahun ini adalah 299 juta ton. Capaian yang sudah diraih saat ini sudah mencapai hampir 4 atau 5 persen dari business as usual," papar Komang.
PLN juga aktif dalam perdagangan karbon. Penjualan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) PLN mencapai 336.000 tCO2e pada periode Januari-Maret 2025. Komang menilai bahwa pasar merespons positif perdagangan karbon internasional di Indonesia.
"Di tahun 2025 di tiga bulan pertama, kami berhasil menjual emisi karbon sebesar 336.000 ton CO2 dengan nilai penjualan kurang lebih sekitar Rp 12 miliar," kata Komang.
Perdagangan SPE-GRK dimulai sejak tahun 2023 dengan total 11.000 tCO2e senilai Rp 625 juta. Pada tahun 2024, bursa karbon meningkat dengan total volume 36.000 ton CO2e dan nilai penjualan mencapai Rp 1,4 miliar.
"Jadi kalau melihat dari sisi pertumbuhan dari penjualan karbon ini kami optimis bahwa ke depan pasar karbon akan memberikan dampak yang signifikan bagi keberlanjutan baik dari sisi lingkungan," ucap Komang.
Komang juga memastikan bahwa perdagangan karbon internasional belum terdampak perang dagang Amerika Serikat. Menurutnya, sertifikat penurunan emisi PLN masih laku terjual.
"Ini adalah mengenai kebutuhan, jadi banyak perusahaan-perusahaan yang memang masih membutuhkan baik itu di nasional maupun internasional. Kebutuhan untuk bisa nanti menjadi karbon kredit," kata Komang.
"Karena penurunan emisi ini tidak hanya berlaku di nasional tetapi juga di pasar global, jadi secara umum masih berjalan," imbuhnya.
Berikut adalah daftar strategi PLN dalam upaya penurunan emisi:
- Efisiensi Energi: Mengurangi emisi melalui peningkatan efisiensi dalam operasional pembangkit.
- Co-firing: Memanfaatkan biomassa sebagai campuran bahan bakar batu bara di PLTU.
- Combine Cycle: Menerapkan teknologi combine cycle pada pembangkit listrik tenaga gas dan uap.
- Pembangunan PLTS: Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), termasuk PLTS terapung.
- Perdagangan Karbon: Berpartisipasi aktif dalam perdagangan karbon internasional melalui penjualan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).