Tom Lembong Rombak Tim Pengacara di Tengah Proses Hukum Kasus Dugaan Korupsi CPO

Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, mengonfirmasi adanya perubahan dalam tim kuasa hukumnya. Pernyataan ini muncul di tengah berlangsungnya proses hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kebijakan ekspor crude palm oil (CPO). Lembong menjelaskan bahwa pencabutan surat kuasa terhadap sejumlah pengacara, termasuk Andi Ahmad Nur Darwin, merupakan bagian dari dinamika yang lazim terjadi dalam sebuah tim hukum.

"Dalam sebuah tim legal, mutasi, perubahan, dan perputaran adalah hal yang wajar," ujar Tom Lembong usai menjalani pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/4/2025). Ia menambahkan, dalam proses hukum yang tengah dihadapinya, ia menggunakan jasa dari dua kantor hukum yang berbeda. Bahkan, ada beberapa anggota tim kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum secara pro bono.

Lembong menekankan bahwa perubahan dalam tim pembela merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh seorang terdakwa. Ia juga menyampaikan bahwa pengurangan jumlah kuasa hukum dilakukan untuk efisiensi, terutama jika ada anggota tim yang dirasa sudah tidak terlalu diperlukan.

Kabar pencabutan kuasa ini pertama kali diungkap oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Dennie Arsan Fatrika, pada saat pemeriksaan saksi baru saja dimulai. Hakim Dennie menyatakan bahwa pengadilan telah menerima surat pernyataan pencabutan kuasa dari Tom Lembong.

"Kami menerima surat pernyataan pencabutan kuasa oleh terdakwa Thomas Trikasih Lembong atas pemberian kuasa kepada Andi Ahmad Nur Darwin dan kawan-kawan," kata Hakim Dennie di ruang sidang. Ia kemudian mengonfirmasi langsung kepada Tom Lembong mengenai kebenaran surat tersebut, yang dijawab dengan pembenaran oleh Lembong.

Kasus yang menjerat Tom Lembong ini bermula dari dugaan pelanggaran Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar, karena memperkaya orang lain atau korporasi.