Kemendikti Saintek Terapkan Kebijakan Zero Toleransi Terkait Dugaan Pelecehan Seksual di Universitas Pancasila
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) mengambil sikap tegas terkait laporan dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Pancasila, ETH. Pihak kementerian menyatakan tidak akan memberikan toleransi sedikit pun terhadap tindakan tersebut.
"Tidak ada toleransi," tegas Direktur Jenderal Kemendikti Saintek, Prof. Khairul Munadi, kepada awak media di Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025). Beliau menekankan bahwa Kemendikti Saintek telah memiliki regulasi yang jelas untuk mencegah dan menindak segala bentuk pelecehan di lingkungan kampus.
Khairul Munadi menjelaskan bahwa regulasi tersebut tidak hanya fokus pada kekerasan seksual, tetapi juga mencakup berbagai bentuk kekerasan lainnya. "Kami zero toleransi, juga sudah ada regulasinya tahun lalu. Kalau dulu hanya dilihat kekerasan seksual, sekarang kekerasan secara lebih luas," ujarnya.
Dengan adanya regulasi ini, Kemendikti Saintek berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap laporan kekerasan, termasuk pelecehan seksual, akan ditangani secara serius dan tanpa kompromi. "Jadi sudah ada regulasi, kampus perlu membangun satgas, kemudian ada mekanisme yang intinya kita ingin memitigasi itu semua dan kekerasan itu toleransinya 0," imbuhnya.
Kasus dugaan pelecehan seksual ini mencuat setelah dua orang korban melaporkan ETH ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut terkait dugaan tindak pelecehan yang terjadi pada tahun 2019 dan 2024. Korban diketahui merupakan pegawai swasta yang perusahaannya pernah menjalin kerjasama dengan Universitas Pancasila.
Dalam laporannya, korban menduga ETH telah menyalahgunakan jabatannya dan melakukan tindakan pelecehan seksual dalam kesempatan yang berbeda. Laporan tersebut telah diterima dan tercatat dengan nomor STTL/196/IV/2025/BARESKRIM.
Sebelumnya, kasus ini juga telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024 oleh dua korban lainnya, RZ dan DF. Namun, hingga saat ini, Polda Metro Jaya belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Kasus ini juga berdampak pada pergantian rektor Universitas Pancasila. Profesor Marsudi Wahyu Kisworo, yang menggantikan ETH, diberhentikan dari jabatannya oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP).
Marsudi membenarkan bahwa dirinya diberhentikan secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ia menduga bahwa pemberhentiannya terkait dengan upayanya untuk membela korban dalam kasus ETH. "Selama ini dianggap aktif melakukan advokasi kepada korban kasus ETH," jelasnya.
Selama menjabat sebagai Rektor UP, Marsudi berusaha untuk memulihkan hak-hak korban dan menolak untuk mengaktifkan kembali ETH pada bulan Oktober. Namun, ia mengaku menerima ancaman lisan melalui pesan singkat dari oknum di YPP-UP yang menganggap dirinya tidak patuh terhadap arahan yayasan.
Padahal, menurut Marsudi, ia hanya menegakkan Undang-Undang Penanggulangan Kekerasan Seksual dan Peraturan Menteri terkait serta memperhatikan pendapat dari LLDikti3. Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik.