Penjualan Minyak Kayu Putih Perhutani Merosot Pasca Pandemi, Strategi Hilirisasi Jadi Tumpuan

Perum Perhutani tengah menghadapi tantangan serius terkait penurunan penjualan minyak kayu putih pasca pandemi Covid-19. Direktur Utama Perhutani, Wahyu Kuncoro, mengungkapkan kekhawatiran ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI. Penurunan ini berdampak signifikan terhadap pendapatan perusahaan, memaksa Perhutani untuk mencari solusi inovatif guna memulihkan pangsa pasar.

Sebelum pandemi, penjualan minyak kayu putih mampu menyumbang hingga Rp 150 miliar bagi pendapatan Perhutani. Namun, seiring meredanya pandemi, permintaan terhadap produk ini mengalami penurunan drastis. Wahyu Kuncoro secara implisit menyatakan sulitnya mengandalkan kondisi krisis seperti pandemi untuk mendongkrak kembali penjualan.

Saat ini, Perhutani memiliki stok sekitar 300 ribu ton kayu putih, yang secara ekonomis bernilai sekitar Rp 60 miliar. Namun, kapasitas penjualan perusahaan hanya sekitar 4 ton kayu putih, menyebabkan timbulnya kekhawatiran bahwa akan dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk menghabiskan stok yang ada. Proyeksi menunjukkan, dengan laju penjualan saat ini, dibutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk menuntaskan seluruh persediaan kayu putih.

Menyadari kondisi tersebut, Perhutani tengah berupaya mencari strategi hilirisasi produk kayu putih. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan nilai tambah dan memperluas pangsa pasar. Direktur Komersial Perhutani ditugaskan untuk menjajaki potensi pengembangan produk turunan dari kayu putih, sehingga dapat menarik minat konsumen dan meningkatkan daya saing di pasar.

Selain tantangan terkait penjualan kayu putih, Perhutani juga mencatatkan kinerja keuangan yang stagnan pada tahun 2024. Pendapatan perusahaan tercatat sebesar Rp 5,5 triliun, sama dengan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, jika ditinjau dalam periode lima tahun terakhir, terdapat peningkatan sebesar 2,5%. Perhutani sendiri menargetkan pertumbuhan pendapatan menjadi Rp 5,7 triliun pada tahun ini.

Laba bersih Perhutani mengalami penurunan dari Rp 502 miliar pada tahun 2023 menjadi Rp 303 miliar pada tahun 2024. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya, laba bersih perusahaan masih menunjukkan peningkatan sebesar 6,7%. Penurunan laba pada tahun 2024 dipicu oleh berbagai faktor, termasuk gejolak politik dan ketidakpastian ekonomi yang berdampak pada industri kehutanan secara keseluruhan. Wahyu Kuncoro menyoroti bahwa banyak perusahaan kehutanan yang menghadapi kesulitan dalam menjalankan bisnisnya akibat situasi ekonomi dan politik yang tidak stabil.