Komisaris PT Kreasindo Putra Bangsa Didakwa Terkait Korupsi Gerobak UMKM, Kerugian Negara Ditaksir Mencapai Puluhan Miliar Rupiah
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menjadi saksi bisu atas dugaan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. Kali ini, Bambang Widianto, Komisaris PT Kreasindo Putra Bangsa, dihadapkan ke meja hijau atas dakwaan terlibat dalam kasus korupsi pengadaan gerobak untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terjadi pada tahun anggaran 2018 dan 2019 di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Bambang telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 61,5 miliar.
Dalam dakwaannya, JPU menjelaskan bahwa proyek pengadaan gerobak dagang tersebut diduga menjadi ajang memperkaya diri sendiri dan pihak lain. Bambang disebut bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk Mahsur dan Didi Kusuma selaku pelaksana lapangan proyek, serta beberapa pejabat di lingkungan Kemendag. Modus operandi yang dilakukan adalah dengan mendekati Bendahara Pengeluaran di Sekretariat Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada tahun 2018 dan 2019, yaitu Putu Indra Wijaya dan Bunaya Priambudi. Bambang diduga menjanjikan sejumlah uang suap kepada Putu dan Bunaya agar proyek pengadaan gerobak diserahkan kepada perusahaannya.
JPU mengungkapkan bahwa Bambang, Mahsur, Didik, dan Putu bersepakat untuk menggunakan PT Piramida Dimensi Milenia sebagai perusahaan pelaksana proyek. Meskipun mengetahui bahwa perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat dan kualifikasi yang ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), mereka tetap memaksakan kehendak. Bahkan, sebelum proses lelang dimulai, Bambang, Mahsur, dan Didik telah menerima dokumen KAK dan spesifikasi teknis proyek dari Putu dan Bunaya. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mempersiapkan perusahaan dengan kualifikasi, dokumen penawaran, dan gerobak sampel yang sesuai dengan persyaratan. Selain itu, Putu dan Wahyu juga diduga mengarahkan kelompok kerja (Pokja) lelang untuk memenangkan perusahaan yang dibawa oleh Bambang.
Proses lelang yang sarat dengan praktik kecurangan tersebut akhirnya memenangkan perusahaan Bambang. Kontrak pun ditandatangani, meskipun pada kenyataannya PT Piramida Dimensi Milenia yang menjalin kerja sama operasi (KSO) dengan PT Arjuna Putra Bangsa tidak mampu melaksanakan pekerjaan tersebut. Pelaksanaan pekerjaan utama bahkan dialihkan ke perusahaan lain yang tidak memiliki kualifikasi yang memadai.
Ironisnya, meskipun pekerjaan belum selesai dilakukan, Bambang, Mahsur, Putu, dan Bunaya meminta pejabat penandatanganan surat perintah membayar (SPM) untuk mencairkan dana kepada PT Piramida Dimensi Milenia dan PT Dian Pratama Persada. Pencairan dana tersebut dilakukan tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan serah terima barang. Akibat perbuatannya, Bambang didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 5 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Selain itu, ia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana praktik korupsi dapat merugikan keuangan negara dan menghambat pengembangan UMKM di Indonesia.