Dedi Mulyadi Kritik Elite yang Menentang Pembinaan Militer untuk Siswa Bermasalah

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melontarkan kritik pedas terhadap sejumlah elite yang tidak sepakat dengan program pembinaan berbasis militer bagi siswa yang bermasalah di wilayahnya. Menurutnya, para elite tersebut hanya mampu memberikan komentar tanpa terjun langsung menangani problematika kenakalan remaja yang kian meresahkan.

"Apakah para elite ini peduli dengan anak-anak yang terlibat tawuran setiap hari? Apakah mereka memperhatikan anak-anak yang tidur di kolong jembatan?" tanya Dedi Mulyadi retoris di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/4/2025). Ia menambahkan, "Sepertinya tidak ada yang benar-benar peduli. Mereka hanya bisa berkomentar." Pernyataan ini merupakan respons atas kritik yang dilayangkan terhadap kebijakannya dalam menangani siswa yang terlibat dalam kenakalan remaja.

Program yang digagas oleh Dedi Mulyadi ini melibatkan penempatan siswa yang bermasalah di lingkungan barak militer selama 6 hingga 12 bulan. Namun, penempatan ini hanya akan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pihak orang tua atau wali murid. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini mendapatkan dukungan luas dari masyarakat Jawa Barat, terutama dari kalangan orang tua yang resah dengan maraknya kasus kenakalan remaja.

"Kebijakan ini sangat disetujui oleh orang tua," tegasnya. Dedi Mulyadi juga menantang pihak-pihak yang kontra untuk melihat langsung dukungan yang mengalir di media sosial. Ia menyebutkan bahwa penolakan terhadap program ini justru datang dari kalangan elite yang dinilai kurang memahami realitas di lapangan.

Inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap meningkatnya angka kenakalan remaja di Jawa Barat, termasuk tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan tindakan kriminal lainnya. Dedi Mulyadi meyakini bahwa pembinaan karakter melalui disiplin militer dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah ini. Ia berharap, program ini dapat membentuk generasi muda yang lebih bertanggung jawab, disiplin, dan memiliki karakter yang kuat.

Meski demikian, kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan pengamat pendidikan. Beberapa pihak menilai bahwa pendekatan militeristik kurang tepat untuk menangani masalah kenakalan remaja dan berpotensi menimbulkan trauma. Mereka menyarankan agar pemerintah daerah lebih fokus pada pendekatan preventif melalui pendidikan karakter dan peningkatan kualitas kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, Dedi Mulyadi tetap bersikukuh dengan kebijakannya. Ia berjanji akan terus melakukan evaluasi dan perbaikan agar program ini dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi generasi muda Jawa Barat. Ia juga membuka diri untuk menerima masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan program tersebut.